Mari Bicara Bersama, Kita Selesaikan Di Forum Pansus

Oleh Agun Gunandjar Sudarsa*

Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kewajiban secara prinsip untuk menyelidiki segala tentang pelaksanaan Undang-Undang KPK selama ini mulai dari tugas, wewenang dan kewajiban KPK seperti fungsi koordinasi dan supervisi dengan Kepolisian dan Kejaksaan, pelaksanaan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) atau proses pro yustisia dalam tipikor serta fungsi pencegahan tipikor dan monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersih.

Untuk itu, Pansus akan fokus dan konsentrasi kepada hasil dari pelaksanaan UU KPK tersebut selama 15 tahun ini. Bagaimanakah hasil koordinasi dan supervisinya? Bagaimanakah tugas, wewenang dan kewajibannya dijalankan? Seperti apakah sistem pencegahan dan monitoring yang dibangun? Apakah kesemua itu sudah sesuai dengan aturan-aturan hukum negara? Inilah utamanya KPK harus di cek, harus dipastikan, agar KPK mendapatkan kontrol, disiplin dan pengawasan yang objektif sehingga tetap on the track, efektif, efisien dan signifikan dalam bekerja.

Pansus meyakini bahwa ketika KPK masuk dalam proses pro yustisia, KPK harus tunduk patuh dan taat kepada aturan hukum negara dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Perilaku KPK harus menunjukan perilaku yang terhormat agar proses pro yustisia itu menghasilkan peradilan yang objektif, rasional, berdasarkan atas hukum yang adil dan beradab.

KPK wajib berpedoman kepada UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 54 yang menjamin hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Tetapi dalam praktek di KPK hal itu tidak berlaku. Padahal dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini satu catatan.

Ada pula catatan, bahwa betapa lemahnya posisi saksi yang dipanggil KPK. Ketika seseorang Saksi dipanggil KPK dan menjalani proses penyidikan, tidak ada orang yang mendampinginya untuk bisa mengungkapkan apa yang terjadi saat proses tersebut, sementara alat perekam dan CCTV dalam penguasaan KPK. Bahkan berita acara pemeriksaan (BAP) pun tidak diberikan kepada saksi, sehingga semua bisa sepihak versi KPK.

Padahal berbagai potensi pelanggaran oleh KPK amat mungkin terjadi. Dalam rangka menggali keterangan, penyidik KPK tidak tertutup kemungkinan menggunakan metode bujukan, rayuan, janji-janji atau bahkan ancaman kepada saksi.

Itulah yang terjadi pada kasus Miryam S. Haryani. Sebagai saksi saat itu, Miryam pada posisi lemah karena tidak memiliki back up keterangan versinya. Akhirnya KPK menggunakan kewenangannya untuk memperjuangkan versinya dengan men-tersangka-kan Miryam karena dianggap menghalangi pemeriksaan saat di pengadilan Tipikor.

Ada lagi catatan tentang perlakuan vulgar KPK terhadap saksi dan tersangka. Dalam KUHAP diatur tentang azas hukum praduga tak bersalah. Hal ini dijamin kembali oleh UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 18 ayat (1) bahwa setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tetapi faktanya di KPK dokumen BAP saksi dan tersangka bisa beredar di pers dan diperluas ke publik. Saksi dan tersangka disajikan oleh KPK ibarat menu makanan kepada pers. Alhasil saksi dan tersangka di KPK dihakimi oleh media (trial by the press) dan itu merusak kehormatan diri, pembunuhan karakter.

Jika kita dibandingkan dengan sesama kasus extra ordinary yaitu kasus narkoba dan kasus terorisme, mengapa kasus korupsi di KPK tidak memberlakukan hal yang sama yaitu melindungi identitas saksi atau tersangka dengan menutup wajahnya dengan masker dan membatasi informasi identitasnya sampai proses hukum yang tetap. Ini sesuai dengan aturan hukum negara tentang azas praduga tak bersalah.

KPK harus berpikir panjang tentang konsep hukum pidana. Bahwa yang diminta pertanggung jawaban oleh hukum adalah si pelaku. Ada pelaku mayor (utama), ada pelaku minor (turut serta). Di luar itu hukum tidak membolehkan untuk dimintai pertanggung jawabannya. Karena itulah hukum kita merancang hukum yang adil dan beradab. Jika seseorang masih belum ada putusan pengadilan namanya di-inisialkan. Kalau fotonya ditampilkan media massa, matanya di hitamkan, ini agar keluarga dan kerabat yang bersangkutan tidak turut terdampak pertanggung jawaban dan kehormatannya tetap terjaga.

Untuk itu mari kita hentikan gerakan-gerakan opini, mobilisasi massa. Kita malu sama rakyat, sudah dibiayai untuk bekerja tapi malah bikin gaduh tanpa manfaat. Jangan salah pemahaman ketika Pansus datang ke Lapas Sukamiskin dianggap pro koruptor. Saya jawab, Pansus ini adalah untuk mengawasi kinerja KPK dalam menjalankan UU KPK selama 15 tahun terakhir.

Dalam rangka itu tentu yang dijadikan oleh Pansus sebagai narasumber adalah orang-orang yang sudah pernah berhubungan dengan KPK. Kualifikasinya jelas, kompetensi dan pengalaman dalam berhubungan dengan KPK baik sebagai saksi, tersangka, terdakwa dan terpidana. Tidak mungkin Pansus memeriksa orang awam untuk dijadikan narasumber. Acuan Pansus jelas yaitu orang-orang yang pernah berhubungan pada saat KPK menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Tentu saja orang-orang tersebut diantaranya ada di Lapas Sukamiskin.

Di duga kuat, dalam catatan Pansus memeriksa saksi-saksi di bawah sumpah, ada pihak-pihak di KPK yang perlu Pansus klarifikasi. Sepert misalkan apa yang di sampaikan oleh saudari Yulianis, apa yang disampaikan oleh saudara Muhtar effendi, apa yang disampaikan oleh saudara Miko, ini semua harus di klarifikasi oleh KPK, bahwa ada nama-nama oknum di KPK. Bukan institusi KPK.

Bahkan Yulianis, Muhtar Effendi dan Miko menyatakan berani di konfrontir oleh oknum-oknum KPK itu di hadapan Pansus yang terbuka. Yulianis, Muhtar Effendi dan Miko juga terbuka jika dalam pernyataan-pernyataannya di Pansus ada pihak-pihak yang keberatan, mereka mempersilahkan ditempuh jalur hukum. Lebih dari itu saudara Miko telah melaporkan saudara Novel Baswedan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pemaksaan disertai ancaman terhadap saudara Miko untuk memberikan keterangan palsu di persidangan terhadap Akil Mohtar, Romi Herton dan Muhtar Effendi.

Situasi genting di KPK ini yang menurut hemat kami di Pansus perlu bertemu. Pansus tidak akan mengambil posisi temuan-temuan Pansus sebagai kebenaran mutlak. Tapi perlu ada jawaban dari KPK secara resmi dalam forum Pansus Angket ini untuk memberi klarifikasi apa yang sebenarnya ada dan terjadi. Jangan sampai ada pihak-pihak atau oknum-oknum yang berlindung di balik KPK, memanfaatkan institusi KPK untuk kepentingan pribadi.

Sudah rahasia umum ada konflik internal di KPK. Betapa Wadah Serikat Pegawai KPK bisa mendikte proses di KPK bahkan bisa mendikte keputusan Pimpinan KPK (contohnya saat SP2 dari Pimpinan KPK untuk Novel Baswedan ditarik kembali). Pansus melihat ini kehormatan institusi KPK dihadapan publik sedang dipertaruhkan. Pansus menghormati institusi KPK sebagai simbol harapan masyarakat untuk Indonesia yang bersih. Untuk itu Pansus tidak akan mentolerir oknum-oknum KPK yang melakukan korupsi di balik kewenangannya. KPK itu adalah komitmen hukum negara tentang pemberantasan korupsi, bukan tentang satu dua orang.

Mari kita melihat gambaran besar dalam pemberantasan korupsi. Tentu harus melibatkan seluruh pihak terkait untuk merancang mendesign sistem pengawasan, pencegahan dan pemberantasan Tipikor.

Pansus sadar diri, persoalan ini tidak bisa tuntas selesai di tingkat Pansus ini semata. Tapi mari kita lihat Pansus ini sebagai sebuah forum atau instrumen bersama yang diinisiasi oleh DPR untuk merancang ide besar pemberantasan korupsi di Indonesia secara sistematis, terstruktur dan massif memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.

Hal- hal itu hanya akan mungkin bisa di selesaikan kalau mau duduk bersama, saling harga-menghargai, saling hormat-menghormati, saling kooperatif, dengan itikad baik. Bukan untuk saling menjatuhkan, mencari kelemahan, mencari kesalahan, tapi untuk bersinergi.

Hilangkan dulu prasangka, luruskan dulu niatnya adalah untuk KPK lebih baik sesuai azas KPK yang memberi kepastian hukum; keterbukaan; akuntabilitas; kepentingan umum (bukan pribadi atau kelompok); dan proporsionalitas.

Pansus ini adalah momentum, kesempatan emas. Ini sudah terang benderang ke publik dan Presiden, semua menyaksikan dan menunggu sikap institusi KPK. Hormati dan hargai konsitusi, hormati dan hargai UU yang mendasari diri kita. Mari Bicara, bersama kita selesaikan di forum Pansus ini.

*Ketua Pansus Hak Angket KPK

Komentar