Usai Mencermati RAPBN 2018, Politikus PKS: Diversifikasi Energi Sulit Diharapkan

Jakarta, liputan.co.id – Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar menyatakan pesimis dengan arah pengembangan diversifikasi energi nasional. Sebab menurut Rofi, dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018 proyeksi lifting minyak turun.

“Nota Keuangan APBN 2018 semakin menegaskan bahwa proyeksi lifting minyak terus mengalami penurunan sejak tahun 2015. Situasi ini ini memberikan gambaran tidak adanya terobosan terhadap peningkatan produksi dan kelemahan dalam melakukan diversifikasi energi secara nasional,” kata Rofi, dalam rilisnya, Selasa (22/8/2017).

Dia jelaskan, lifting minyak di APBN tahun 2016 mencapai 825 barel per hari (bph), dan mengalami penurunan di APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 815 bph dan hingga pada akhirnya di tahun 2018 Pemerintah hanya mematok optimis di angka 800 bph.

Situasi berbeda la jutnya, terjadi pada lifting gas yang terus mengalami kenaikan dari tahun 2016 sebesar 1.193 bph, tahun 2017 sebesar 1.150 dan tahu 2018 sebesar 1.200 bph. Disisi lain, perkembangan diversifikasi energi juga tidak banyak berubah.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kata wakil rakyat dari darah pemilihan Jawa Timur itu, konfigurasi bauran energi (enery mix) yang masih didominasi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 33,8 persen, Gas 23,9 persen, Batubara 34,6 persen dan 7,7 persen berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Jika dicermati postur APBN semenjak tahun 2016 sampai 2018 menunjukan bahwa diversifikasi energi tidak banyak mengalami perubahan, masih dominannya penggunaan minyak dan batubara dalam bauran energy nasional. Situasi ini menunjukan bahwa belum ada keseriusan dalam mengembangkan alternative energi yang ramah lingkungan dan berorientasi jangka panjang (sustainable),” ujar Rofi.

Oleh karena itu, ketua kelompok komisi (Kapoksi) VII Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR ini mengingatkan, subsidi energi yang semakin besar di tahun 2018 sekitar Rp 172,407,9 triliun harus diorientasikan kepada sektor publik secara transparan, efektif dan tepat sasaran. Selain itu, juga diharapkan dapat menjadi daya pendorong konsumsi energi publik yang semakin produktif.

Sebagai informasi, angka subsidi mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 168.876,8 triliun.

“Kenaikan subsidi energi harus diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik dan mampu mendorong produktifitas nasional, bukan sekedar program populis yang tidak memberikan dampak yang besar kepada perbaikan konsumsi publik,” tegas Rofi.

Terakhir, Rofi membeberkan catatannya yaitu dalam APBN Pemerintah di tahun 2017 telah menetapkan lifting minyak bumi sebesar 815 bph dan lifting gas bumi 1.150 ribu bph dengan total lifting migas sebesar 1.965 ribu bph. “Tentu saja secara faktual, target tesebut tidak jauh berbeda dengan proyeksi APBN 2018 lifting minyak 771–815 bph dan 1.194-1.235 bph,” imbuhnya.

Komentar