Komite II DPD RI Ungkap Dampak Larangan Ekspor Rotan

Jakarta, liputan.co.id – Larangan ekspor bahan baku rotan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 tahun 2011 memunculkan fakta bahwa proteksi yang diberikan untuk memajukan industri mebel dan kerajinan rotan itu kini menimbulkan banyak kerugian bagi para pelaku rotan.

Walaupun Permendag tersebut telah dicabut, dampaknya menurut Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, I Kadek Arimbawa, masih dirasakan oleh para pelaku rotan sampai sekarang.

Pernyataan tersebut dinyatakan Kadek saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite II DPD RI dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dirjen Industri Agro, Dirjen Pengelola Hutan Produksi Lestari, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), serta Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (18/9/2017).

“Selaku pimpinan rapat, saya menyayangkan kelesuan industri rotan, sementara Indonesia adalah penghasil rotan terbesar di dunia,” kata Kadek.

Sebetulnya lanjut dia, Indonesia boleh berbangga karena berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sekitar 85 persen bahan baku rotan dihasilkan dari Indonesia dan sisanya sebesar 15 persen dihasilkan oleh Filipina, Vietnam dan negara Asia lainnya.

“Kelesuan tersebut dipicu salah satunya karena tidak adanya langkah strategis pemerintah dalam menjamin kelangsungan produksi rotan. Kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan yang pada awalnya berdampak positif, ditandai dengan meningkatnya ekspor rotan pada tahun 2012-2013, kembali mengalami penurunan pada tahun 2014-2015,” tegas Kadek.

Penyebabnya imbuh Senator asal Provinsi Bali itu, karena ketiadaan langkah strategis pemerintah dalam menjamin kelangsungan produksi dan penjualan rotan ke petani sehingga petani tidak berminat untuk menjual rotan karena harga rotan sudah tidak menarik lagi.

Komentar