Impor Senjata Polri Kisruh, PKS Pertanyakan Kinerja KKIP

Jakarta, liputan.co.id – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Polhukam Al Muzzammil Yusuf mempertanyakan kinerja Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dalam impor senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) milik Korps Brimob Polri.

Kalau KKIP ini bekerja secara baik, Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu yakin impor senjata tersebut tidak akan menimbulkan kekisruhan antar TNI dengan Polri.

“Terkait kisruh impor senjata Polri, sebagai salah seorang pembuat Undang-Undang Industri Pertahanan, saya pertanyakan kinerja KKIP yang diketuai langsung oleh Presiden sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan,” kata Muzzammil, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Menurutnya, kisruh impor senjata Polri seharusnya tidak terjadi jika KKIP menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai Pasal 21 UU Industri Pertahanan, yaitu menetapkan dan mensingkronisasi pembelian senjata atau alutsista TNI, Polri, dan lembaga lain baik di dalam maupun luar negeri.

“Semangat UU Industri Pertahanan itu adalah membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Jadi TNI dan Polri wajib menggunakan produk senjata dalam negeri. Jika terpaksa harus impor maka undang-undang ini memerintahkan wajib mendapat persetujuan KKIP,” kata dia.

Di samping Presiden sebagai Ketua KKIP lanjutnya, Menteri Pertahanan bertugas sebagai ketua harian, dan Menteri BUMN sebagai wakil ketua. “Anggota KKIP termasuk Panglima TNI dan Kapolri. Jadi kekisruhan ini tidak akan terjadi jika KKIP melakukan koordinasi dan melaksanakan perintah UU dalam pengadaan senjata atau alutsista,” tegas dia.

Seharusnya ujar Muzzammil, Polri memiliki semangat yang sama dengan undang-undang ini untuk membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri, apalagi senjata yang dibutuhkan bukan senjata serbu tapi untuk tugas keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Kalau memang harus impor, maka undang-undang ini memerintahkan impor alutsista harus G to G atau langsung ke pabrikan, wajib mengikutsertakan industri pertahanan dalam negeri, kewajiban alih teknologi, jaminan tidak adanya potensi embargo, adanya imbal dagang, dan adanya kandungan lokal,” imbuhnya.

Komentar