Ini Dampak Tiga Peristiwa Besar yang Baru Dialami Arab Saudi

Dua peristiwa besar terjadi di Arab Saudi pada Sabtu (4/11), yakni pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Lebanon, Saad Al Hariri, dan penangkapan para petinggi pemerintahan Saudi karena kasus korupsi.

Hari berikutnya, Minggu (5/11), sebuah kecelakaan maut di perbatasan Yaman merenggut nyawa seorang pangeran.

Jamal Elshayyal dari Al Jazeera yakin tiga peristiwa itu terjadi di waktu bersamaan bukan karena kebetulan. Semuanya bermula dari Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud yang memaklumatkan kelahiran komisi antikorupsi pada Sabtu pagi.

Komisi anyar itu diketuai sang putra mahkota Muhammad bin Salman. Beberapa jam kemudian, komisi tersebut sudah mengamankan sekitar 17 politikus dan pebisnis top.

Salah seorang tokoh yang ikut diamankan dalam razia antikorupsi adalah Pangeran Alwaleed bin Talal. Miliarder yang juga dikenal sebagai pebisnis tangguh Saudi itu diamankan di Ritz-Carlton Hotel di Kota Riyadh.

”Agak aneh rasanya melihat Alwaleed bin Talal ditangkap. Sebab, dia dan Muhammad bin Salman merupakan dua tokoh yang kompak memoderatkan Saudi,” kata Elshayyal.

Akhir Oktober pangeran berusia 32 tahun itu mendeklarasikan misinya untuk menjadikan Arab Saudi sebagai negara moderat seperti sediakala. Ketika itu Alwaleed menjadi salah seorang tokoh yang menyambut gembira pengumuman tersebut.

Namun, kini Muhammad bin Salman menyingkirkan Alwaleed karena alasan korupsi. Bisnis sang miliarder yang dijuluki Warren Buffett Saudi itu langsung macet.

”Mereka yang sinis menyebut kebijakan tersebut sebagai permainan politik. Padahal, tidak demikian. Putra mahkota hanya ingin mengirimkan pesan yang tegas kepada para elite politik bahwa masa bersenang-senang sudah berakhir,” kata Ali Shihabi, direktur eksekutif Arabia Foundation yang berbasis di Washington. Menurut dia, kebijakan Muhammad bin Salman itu menggaungkan hal yang baik bagi Riyadh.

Selain Alwaleed, petugas menangkap Pangeran Mitaib bin Abdullah yang menjabat kepala pasukan elite, Garda Nasional Saudi. Sama dengan Alwaleed, Mitaib yang merupakan putra kesayangan almarhum Raja Abdullah itu diyakini mengorupsi uang negara.

Tampaknya, Muhammad bin Salman tidak mau dominasinya di pemerintahan berkurang jika harus berbagi popularitas dengan Alwaleed dan Mitaib.

Ketika media ramai melaporkan razia antikorupsi kontroversial Muhammad bin Salman, tersiar kabar duka dari perbatasan Saudi dan Yaman.

Helikopter militer yang mengangkut Pangeran Mansour bin Muqrin dan tujuh pejabat lokal Asir Region celaka. Mansour yang merupakan gubernur Asir pun meninggal dunia.

Kematian tokoh 43 tahun itu makin memperjelas rumor tentang ambisi Muhammad bin Salman yang tak mau dominasinya dalam pemerintahan dan kerajaan terganggu.

Mansour adalah putra Pangeran Muqrin bin Abdulaziz yang gelar putra mahkotanya dicopot Raja Salman. Pada 29 April 2015 status ayah Mansour sebagai putra mahkota digantikan Pangeran Muhammad bin Nayef.

Namun, keputusan Raja Salman kembali berubah pada pertengahan tahun ini. Dia mencopot gelar putra mahkota Muhammad bin Nayef untuk kemudian diberikan kepada buah hatinya, Muhammad bin Salman.

Sejauh ini, penyebab kecelakaan di perbatasan Yaman dan Saudi pada Minggu tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, fakta bahwa Mansour tewas pada hari yang sama dengan penangkapan Alwaleed dan Mitaib sudah cukup mengguncang Saudi.

”Semua itu adalah bukti nyata persaingan politik dalam negeri di Saudi. Sebab, tidak ada yang bisa menjamin transisi kekuasaan dari tangan Raja Salman ke putra mahkota akan mulus-mulus saja,” terang Bruce Riedel, pengamat politik dari Brookings Institution.

Jika di dalam negeri Muhammad bin Salman sedang berusaha memperdalam cengkeramannya, tidak demikian halnya dengan kebijakan luar negerinya.

Saat ini Saudi sedang memetakan kembali para sekutunya. Sebab, Saudi tak lagi mau bergantung pada sektor minyak bumi saja sebagai sumber pendapatan. Diversifikasi industri yang tercantum dalam Vision 2030 membuat Saudi harus mengubah cara pandang.

Belakangan Muhammad bin Salman membawa Saudi makin dekat dengan AS. Otomatis, Saudi harus berjarak dengan musuh-musuh AS. Salah satunya Iran.

Alasan itulah yang diduga menjadi penyebab mundurnya Hariri dari kursi PM Lebanon. Alasan yang sama membuat putra almarhum PM Rafik Al Hariri tersebut mengumumkan pengunduran dirinya dari ibu kota Saudi.

Pengunduran diri Hariri jelas membuat Lebanon limbung. Kini Presiden Michael Aon menjadi satu-satunya pemimpin. Karena Aon adalah presiden yang mendukung Hizbullah dan pro-Iran, mundurnya Hariri akan membuat musuh-musuh Iran bersorak.

Israel yang merupakan musuh utama Iran diyakini menjadi pihak yang paling diuntungkan. Sebab, kini Israel bisa lebih leluasa menggempur Lebanon dengan kekuatan misil yang baru diujicobakan karena tak perlu berhadapan dengan Saudi yang sedang harmonis dengan AS. (AP/BBC/CNN/washingtonpost/fjr)

Komentar