Masalah Tenaga Honorer, Komisi X DPR Desak Gelar Rapat Gabungan

Jakarta, liputan.co.id – Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto mendesak Pimpinan DPR RI segera merespon surat darinya terkait permohonan digelarnya rapat gabungan membahas nasib tenaga honorer di Indonesia.

“Surat tersebut sudah sampaikan pada 27 Maret 2018 yang lalu,” kata Djoko, kepada Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, di sela-sela acara pelantikan pimpinan Komisi X, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (2/4/2018).

Dia jelaskan, guna membahas masalah tenaga honorer ini, perlu digelar rapat gabungan yang melibatkan Komisi II, Komisi IV, Komisi VIII, Komisi IX dan Komisi X DPR.

“Komisi X DPR telah melakukan pertemuan dengan para stakeholder terkait tenaga honorer ini. Namun nampaknya mengerucut, tenaga honorer kita dahulu jumlahnya ada 600 ribu orang lebih, setelah diadakan seleksi pada tahun 2014, ternyata yang lulus hanya 209 ribu orang,” ungkapnya.

Setelah diverifikasi dan divalidasi lanjutnya, ternyata naik menjadi 230 ribu orang lebih. “Kita meminta agar 4 ribu orang lebih yang ada, statusnya dapat diangkat menjadi PNS, baik itu tenaga guru, tenaga honorer pertanian, tenaga perawat, dan tenaga administrasi,” ujarnya.

Khusus di bidang pendidikan kata Djoko, kira-kira ada lebih dari 100 ribu tenaga honorer. Di sisi lain ujarnya, pada tahun 2018 ini akan ada sejumlah 280 ribu tenaga guru dan pendidik yang akan masuk masa pensiun.

“Kalau hal ini tidak segera ditangani, maka akan terjadi tsunami pendidikan. Hal ini sangat serius. Kebutuhan kita terhadap tenaga guru sekitar 999 ribu orang. Tetapi setelah ada kebijakan yang mengatur bahwa satu orang guru diperbolehkan mengajar disiplin ilmu yang lain, maka kebutuhannya tinggal 770 ribu,” ungkapnya.

Djoko sangat berharap potensi krisis pendidikan ini perlu menjadi perhatian dan segera diselesaikan. Komisi X, sudah menggelar rapat koordinasi dengan pihak Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian PAN-RB, Kemendagri, dan Kemendiknas, akan tetapi pada level Dirjen tidak bisa memutuskan.

“Atas dasar surat yang kami ajukan itu, kami memohon kapada Pak Fahri untuk memprosesnya, karena masalah ini bisa menjadi bahaya nasional,” pungkas Djoko.

Komentar