Hortikultura Bakal Jadi Sektor Primadona Generasi Milenial

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertania, Suwandi optimis subsektor hortikultura bakal menjadi primadona bagi generasi milenial. Pasalnya, subsektor ini sangat prospektif mendongkrak nilai ekonomi dan pendapatan petani, khususnya generasi muda.

“Silakan cek di lapangan, betapa petani muda yang terjun menggeluti usaha hortikultura bisa sedemikian sukses secara ekonomi. Tak hanya kaya raya dari segi kecukupan ekonomi dan mandiri, mereka juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lainnya. Pemuda di Tangerang dan Lembang Jawa Barat bukti nyatanya, raup ratusan juta per bulan,” demikian diungkapkan Suwandi saat menjadi pembicara dan kuliah umum dihadapan 400 lebih mahasiwa dan civitas akademik Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (28/11).

Suwandi menjelaskan transformasi yang dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yakni dulu STPP kini menjadi Polbangtan dimaksudkan untuk mencetak regenerasi muda pertanian termasuk hortikultura berkelas dunia. Mampu menjadi wirausaha muda tangguh untuk menggerakan roda ekonomi di sekitar.

“Seluruh aktivitas usaha hortikultura mulai hulu hingga hilir sangat menantang untuk dikembangkan pemuda generasi milenial. Tak hanya itu, bisnis hilir tataniaga hingga ekspor hortikultura sangat menjanjikan,”

Suwandi mencontohkan, seorang pemuda bernama Bagas yang terjun berbudidaya melon di lahan dekat Bandara Cengkareng. Modal yang dikeluarkannya Rp 120 hingga Rp 150 juta per hektar. Hanya dalam waktu 70 hari sudah panen dan bisa meraup pendapatan Rp 200 hingga Rp 250 juta atau keuntungan Rp 80 hingga Rp 100 juta.

“Tidak hanya bisnis melon tapi Bagas juga mengkoordinir 30 jenis sayuran dipasok ke supermarket di Jakarta dengan omset Rp 100 juta perhari,” ungkapnya.

Contoh lain, lanjut Suwandi, di banyak kabupaten sentra, budidaya menanam cabai bisa panen 8 hingga 10 ton per hektar. Biaya produksi Rp 8 sampai 10 ribu per kg, hasilnya bisa dijual Rp 16 sampai 20 ribu per kilogram. Ini tidak jauh berbeda dengan budidaya bawang merah juga menguntungkan.

“Di Sembalun juga ada Mas Azis, tokoh pengusaha muda dan penggerak yang sukses di bisnis benih bawang putih bekerjasama dengan BUMN dan swasta, omzetnya kini mencapai miliaran. Yang jelas pendapatannya bisa ngalah-ngalahin pendapatan PNS,” ucapnya.

Menurut Suwandi, selama ini petani hortikultura lebih maju dan berani investasi walaupun dengan risiko faktor alam dan musim. Bahkan mampu mengelola alam dengan adaptif dan ramah lingkungan sehingga usaha taninya bisa bertahan dan berkelanjutan.

“Besarnya risiko itu sudah terukur dan sebanding dengan besarnya potensi pendapatan yang diterima petani hortikultura,” ujar dia.

Namun demikian, Suwandi menegaskan seiring perubahan trend konsumsi masyarakat Indonesia dan dunia, kini mulai menjamur pengusaha muda yang menanam komoditas hortikultura eksotik seperti tanaman hias, sayuran untuk pangsa pasar khusus supermarket dan ekspor. Pengusaha muda juga membangun kebun buah buah skala orchad seperti Mangga Garifta di Lamongan, Mangga Gedonggincu di Indramayu Cirebon dan sekitarnya, Durian di Banyumas, Banyuwangi dan lainnya, Edamame di Jember, Jeruk di Garut, Malang, Brastagi, Sambas dan lainnya.

“Peluang bisnis hortikultura di lini hilir, yaitu industri olahan produk hortikultura sangat menjanjikan mulai dari olahan cabai, bawang merah, kripik pisang, jus, selai, jam dan sebagainya. Kuncinya di teknologi pengolahan, manajemen industri, pengemasan dan jejaring marketingnya,” tegasnya.

“Membangun relasi bisnis harus dimulai sedini mungkin agar nantinya saat terjun di usaha hortikultura bisa lebih sukses lagi,” sambungnya.

Dihubungi terpisah, Maufur, petani muda asal Tegal yang kini menekuni usaha budidaya bawang putih mengaku bersyukur bisa terjun di pertanian khususnya hortikultura. Selain nilai ekonominya yang lumayan besar, bisa membantu membuka lapangan kerja bagi warga sekitar.

“Bahkan para pemuda yang tadinya banyak urbanisasi ke kota besar, kini pada pulang kampung terjun kembali ke pertanian setelah menyadari besarnya hasil yang bisa diperoleh,” ujarnya.

“Lagi pula kami meyakini rezeki dari pertanian lebih berkah dirasakan,” pungkas Maufur.

Komentar