LSLGMI Lapor Direktur PPI ke KPK Soal Kasus Biaya Jasa Distribusi Gula

Jakarta – Direktur Sumberdaya Korporat PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Noer Fajriensyah nampaknya harus berurusan dengan masalah hukum, setelah Lingkar Studi Lintas Generasi Muda Indonesia (LSLGMI) melaporkan pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) dan penyalahgunaan wewenang.

Noer Fajrieansyah diduga memberikan persetujuan bayar selaku Direktur Keuangan pada 13 April 2016 atas biaya jasa distribusi gula, dan penyediaan data pelanggan yang dilakukan oleh UD. Mustika Transindo senilai Rp. 1,8 Milyar. Padahal, sejak tanggal 28 Maret 2016 sesuai SK Meneg BUMN Nomor SK-65/MBU/03/2016 Firmansyah Tanjung Satya sudah menjabat sebagai Direktur Keuangan.

“Itu pelanggaran kewenangan, tidak memenuhi kaidah GCG. Ada bypass kewenangan yang dilakukan oleh Noer Fajrieansyah guna kelancaran Surat Perintah Uang Muka (SPUM). Padahal Direktur Keuangan ialah Firmansyah Tanjung Satya,” ucap M. Rizki Koordinator LSLGMI lewat pesan tertulisnya kepada wartawan, Senin (10/12).

M. Rizki bersama anggota LSLGMI melaporkan hasil pemeriksaan komite audit atas penugasan Gula di PT PPI pada, Selasa 4 Desember 2018 pukul 15.09 WIB dengan nomor surat 013/LSLGMI/2018 dilengkapi lampiran dan diterima oleh Iin.

Pada dokumen P2B No : 17/PPB/DBP/PPI/XI/2015 tanggal 19 November 2015 untuk pengadaan gula sebesar 11.000 ton, tercantum bahwa keuntungan kotor sebesar 2,91% atau senilai Rp. 2,67 Milyar, jika diperhitungkan biaya distribusi dan data pelanggan bernilai Rp. 1,8 Milyar, maka keuntungan kotor hanya sebesar Rp. 820 Juta atau sekitat 0,9%. Besaran keuntungan kotor tersebut secara bisnis dinilai tidak layak dijalankan mengingat biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 89 Milyar.

“Terhitung tidak menguntungkan, transaksi tetap dipaksakan untuk jalan. Ada apa?,” ujar Rizki.

Setelah diperiksa mendalam, data pembeli gula PT PPI yang menjadi objek pembayaran pada SPUM No 31/UM/DBP/PPI/III/2016 adalah data fiktif, terdapat kejanggalan pembeli gula yang disalurkan oleh pihak UD. Mustika Transindo maupun PT. Rajawali Nusindo, yang mana terdapat beberapa pembeli yang melampirkan KTP pada dokumen Purchase Order (PO) memiliki pekerjaan sebagai supir atau bahkan tidak bekerja, akan tetapi jumlah pesanan gulanya mencapai 200 ton.

Ada pula dokumen PO yang melampirkan KTP pembeli yang sudah meninggal tahun 2014, sementara pembelian gula terjadi tahun 2015. Telaah lebih lanjut menemukan bahwa data pembeli gula yang diserahkan oleh UD. Mustika Transindo dan PT. Rajawali Nusindo adalah data pembeli yang sama, sehingga PT PPI melalukan pembayaran sebanyak dua kali untuk data pelanggan yang sama.

“Jelas merupakan pelanggaran, karena ketentuan atas transaksi menyimpang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-19/MBU/2012 tetang Pedoman Penundaan Transaksi Bisnis yang Terindikasi Penyimpangan dan atau Kecurangan,” papar Rizki.

Rizki pun menyesali yang dilakukan oleh Noer Fajrieansyah yang sekarang menjabat sebagai Direktur Hubungan Strategis dan Kelembagaan di PT. POS Indonesia.

“Dari BUMN ke BUMN lain hanya menyisakan masalah. Bahkan terindikasi merugikan uang negara. Kami LSLGMI meminta KPK segara periksa Noer Fajrieansyah agar mendapat kejelasan soal uang negara atas transaksi pembelian gula yang diduga fiktif dengan biaya 89 Milyar,” pungkas Rizki. (RTH/Liputan)

Komentar