Refleksi Akhir Tahun 2018 FORHATI

Oleh: Hanifah Husein*
WAKTU merupakan periode kehidupan insani yang terukur dan terbatas, didalamnya berlangsung berbagai aktivitas dan tindakan manusia, proses, situasi dan kondisi yang selalu menyediakan tantangan dan peluang, agar umat manusia tak pernah henti dan lelah menabung kebajikan sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW.
Waktu juga merupakan kontinum nonspatial yang dapat diukur dan mewadahi umat manusia berinteraksi dengan beragam peristiwa dan karenanya waktu merupakan bentang masa tempat sejarah berlangsung, didalamnya setiap manusia memainkan peran alamiahnya sebagai subyek yang diciptakan Allah dalam kualifikasi sesempurna makhluk.
Pada manusia, Allah melengkapi kehidupannya dengan nalar, naluri, perasaan, dan indra, agar manusia mengharmonisasi seluruh alat kelengkapan hidupnya itu, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Muaranya adalah kehidupan bahagia sejahtera di dunia dan akhirat dan terbebas dari petaka. Kehidupan yang sakinah, rukun damai aman tenteram, mawaddah, bersimpul kebahagiaan lahir batin, yang dihidupkan oleh rahmah, kasih sayang yang luas tak berbatas, jauh tak berujung.
Dalam konteks itu, Forum Alumni HMI-wati (FORHATI) sebagai alumni Himpunan Mahasiswa Islam, kualifikasi insaniah adalah kualitas Insan Cita, “Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah.”
Dalam konteks waktu secara kontemporer dan dinamis, Allah menyediakan waktu kepada manusia, khasnya para alumni HMI wati, sebuah periode kehidupan untuk terus menempa diri dan meningkatkan kualitas diri, sehingga mampu memainkan peran strategis di tengah kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa sebagai praercursor, pelopor sekaligus penggerak dan pembimbing bagi generasi dari masa ke masa. Tidak tertambat di masa lalu, tidak berhenti di masa kini, melainkan terus bergerak ke masa depan, yang mungkin tidak pernah kita kunjungi dan alami. Sekaligus tempat manusia saling berinteraksi, berta’aruf satu dengan lainnya, bersilaturrahmi dengan insan sesama, dan kemudian bersepakat dalam suatu komitmen menjadi perancang, pengarah, pelaku, dan bahkan pencatat sejarah.
Dalam konteks itulah, sesuai dengan hakikat dan esensi kualitas insan cita, maka seluruh anggota FORHATI mestinya merupakan kaum intelektual yang berfikir logis, dengan naluri insaniah untuk selalu berorientasi kepada komitmen menegakkan kebenaran dan keadilan, diperkuat oleh kesabaran secara konsisten dan konsekuen terhadap komitmen dalam makna: selalu berani berinisiatif, mau bekerja, dan mampu berkarya.
Forhati sebagai insan pencipta, mestinya seorang manusia yang kreatif, dan inovatif, paham menentukan creativity kick off untuk melakukan proses perubahan transformatif kehidupan yang lebih baik dari waktu ke waktu agar tidak merugi dalam banyak hal, sehingga memahami serta-merta wawasan pengabdiannya di tengah masyarakat. Terutama karena seluruh anggota Forhati adalah muslimah, yang di dalam dirinya mengalir tugas dan tanggungjawab sebagai pemimpin. Sekurang-kurangnya mengemban fungsi sebagai pendidik pertama dan utama bagi keluarga, masyarakat, negara, dan bangsanya.
Seluruh anggota Forhati merupakan insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah dan karenanya tak pernah henti menggagas, merancang, melaksanakan dan mengembangkan program-program aksi secara berkelanjutan. Tidak semata-mata untuk memuaskan diri sesaat, melainkan tak pernah henti berkontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara yang ditandai dengan peningkatan kualitas kehidupan umat, mulai dari lingkungan domestik keluarga.
Kualitas Insan Cita mesti diterjemahkan oleh seluruh anggota Forhati, agar terhindar dari kerugian historis, agar selalu konsisten dan konsekuen menegakkan kebenaran dalam beragam skala, agar selalu mampu berkontribusi dalam partisipasi aktif dan korektif terhadap seluruh penyelenggaraan tata kehidupan masyarakat, negara dan bangsa. Terutama, karena manusia yang tak memainkan peran secara tepat, akan berada dalam kerugian.
Al Qur’an, Surah Al Ashr, “Demi waktu, sungguh manusia merugi, kecuali insan yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”.
Waktu diberikan kepada manusia untuk berkomitmen kepada Allah SWT, agama, nusa dan bangsa. Karena itulah, Presidium dan pengurus Majelis Nasional Forhati, yang pada tanggal 12 Desember 2018 genap berusia 20 tahun, tak pernah berhenti beraktivitas untuk menabung kebajikan, agar tidak menjadi bagian dari kaum yang merugi.
Sebagai organisasi alumni mahasiswa Islam yang terus berjuang pada pencapaian kualitas Insan Cita, Presidium Majelis Nasional Forhati berkomitmen:
1. Menggagas dan mengembangkan program kerja yang berorientasi kepada anggotanya secara simultan, terintegrasi dan progressif sesuai dengan prinsip-prinsip dasar tata kelola organisasi yang baik secara wajar, jelas (transparan), bertanggungjawab, akuntabel, dan mandiri, termasuk bertanggung jawab meningkatkan kualitas kader HMI-Wati;
2. Memajukan FORHATI sebagai organisasi perempuan muslim Indonesia yang mampu memelihara dan mengembangkan intelektualitas dengan prinsip ilmu amaliah, amal ilmiah; kreatif dan inovatif, mau dan mampu mengabdi kepada bangsa dan negara di seluruh aspek kehidupan masyarakat, islami, dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah. Seluruh program dan aksi organisasi Forhati tak bisa dilepaskan dari Insan Cita HMI  dengan semangat yakin usaha sampai;
3. Mengembangkan kepedulian dan mengambil peran strategis, berpartisipasi aktif dan kritis dalam seluruh aksi pembangunan nasional, khasnya dalam mewujudkan lingkungan sehat, lingkungan cerdas, dan lingkungan mampu secara ekonomi. Terkait dengan hal ini, Presidium Majelis Nasional Forhati memberikan perhatian khas dan prioritas bagi program-program kesehatan, pendidikan, keislaman, pemajuan kebudayaan, kewirausahaan, dan peningkatan kualitas keluarga (sakinah, mawaddah dan rahmah), khasnya perlindungan perempuan dan anak, yang berdampak pada kualitas sosial kemasyarakatan yang merupakan dasar untuk mewujudkan ketahanan keluarga;
4. Mengembangkan program aksi kaderisasi sebagai salah satu tanggungjawab dalam menyiapkan calon-calon perempuan pemimpin berdimensi kebangsaan (keindonesiaan, keislaman, dan keilmuan) yang layak dan patut (kompeten, berkualitas, profesional) mengemban amanah kepemimpinan di seluruh fungsi dan profesi (politik, sosial, ekonomi, keagamaan). Baik sebagai pejabat negara, penyelenggara pemerintahan, eksekutif profesional, pengusaha, pendidik, organisasi – lembaga swadaya masyarakat, dan fungsi lainnya.
5. Menguatkan konsolidasi organisasi secara simultan dan terintegrasi untuk mewujudkan FORHATI sebagai organisasi perempuan muslimah Indonesia bermartabat dan mampu menjadi bagian penting dalam proses transformasi kebangsaan.
Sepanjang Tahun 2018, Presidium Majelis Nasional Forhati mencermati, mengkaji dan mendalami seluruh fenomena dan dinamika kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa di seluruh aspek kehidupan termasuk fenomena alam yag terjadi akhir-akhir ini. Dari berbagai diskusi yang bersifat terbatas sampai diskusi terbuka yang dilakukan secara formal dan informal, kami melihat, tahun 2018 hampir berlalu dinamis dengan berbagai tantangan yang harus dijawab dengan kesungguhan berjuang. Majelis Nasional Forhati mencatat sejumlah persoalan asasi, antara lain:
Dari aspek ideologi dan politik, sepanjang tahun 2018 masih berlangsung pembiaran friksi yang mengarah kepada konflik golongan di tengah masyarakat yang terkesan sangat mendiskreditkan umat Islam. Pembiaran tersebut berbahaya bagi pemahaman atas hakekat Persatuan Indonesia sebagai ruh integrasi dan integritas nasional. Akibatnya, proses konsolidasi demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama karena berkembang secara massif benturan pemahaman tentang hakekat kebangsaan, yang terkesan hendak memisahkan dimensi ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an. Padahal, sejarah menunjukkan, bahwa dimensi kebangsaan yang bertumbuh sejak awal abad ke 20 (sekurang-kurangnya sejak 1905) bertegak di atas esensi nilai ke-Indonesia-an, ke-Islam-an, dan kebudayaan yang beragam. Dimensi kebangsaan itulah yang tercermin dalam Pancasila yang menawarkan nilai religius, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi kerakyatan, dan keadilan.
Dari aspek hukum dan penegakkan keadilan, sepanjang tahun 2018 terkesan pemerintah belum sepenuhnya memusatkan perhatian pada penegakan hukum berkeadilan. Kebijakan-kebijakan pemerintah masih terkesan tidak adil dan tebang pilih dalam memperlakukan masyarakat, dan penegak hukum cenderung disibukkan oleh praktik-praktik penegakan hukum untuk kasus-kasus tertentu, seperti ujaran kebencian yang multitafsir dan berdampak pada penurunan daya kritis masyarakat dalam berpartisipasi aktif korektif karena saluran aspirasi yang tersumbat dan tidak netral. Demikian pula halnya dengan aksi pemberantasan korupsi yang cenderung dilihat masyarakat belum menjangkau akar masalah yang sebenarnya, kita dapat menyaksikan kasus-kasus keadilan yang terjadi, seolah-olah keadilan adalah milik orang kuat dari sisi apapun.
Dari aspek sosial, sepanjang tahun 2018 masih berlangsung pembiaran atas ketimpangan atau disparitas sosial yang terkait dengan melemahnya kualitas pelayanan pemerintah terhadap rakyat, antara lain ditandai oleh krisis dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Setarikan nafas, sepanjang tahun 2018 mengemuka ketidak-adilan dalam penyediaan lapangan kerja dan usaha, dan maraknya isu tentang masuknya tenaga kerja asing. Semboyan “Negara Hadir,” yang sebelumnya sering didengung-dengungkan oleh para petinggi pemerintahan, nyaris tak terdengar lagi, karena faktanya, negara sering absen dan terlambat hadir dalam berbagai peristiwa, seperti bencana alam, pengerasan primordial, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, dehumanisasi melalui pembiaran atas penyimpangan moral seperti tertampak pada berkembangnya LGBT, narkoba, women and child trafficking, serta polarisasi paham keagamaan (antara lain Islam Nusantara) yang cenderung ‘mendomestikkan ajaran Islam’ dan dalam banyak hal bertentangan dengan esensi ajaran Islam yang bersifat universal dan kontemporer, sebagaimana dianut oleh sebagian terbesar umat Islam.
Dari aspek ekonomi, sepanjang tahun 2018 berlangsung berbagai persoalan asasi ekonomi yang menyeret bangsa ini ke dalam silent crisis yang tidak cukup kuat menghadapi beragam fakta brutal berupa fluktuasi perekonomian dunia yang dalam banyak hal menggoyahkan kekuatan moneter, dan berujung pada kondisi perekonomian bangsa secara keseluruhan. Pemerintah nyaris tak pernah mengemukakan secara terbuka neraca keuangan negara yang memungkinkan diterbitkan dan diberlakukannya berbagai kebijakan fundamental ekonomi, terutama terkait dengan penanaman modal asing (Foreign Direct Invesment), utang luar negeri pemerintah dan utang swasta yang ditanggung pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya terasakan bermanfaat langsung oleh seluruh rakyat, belum juga dapat dirasakan dampak kesejahteraannya. Dilapangan justeru terjadi penurunan kemampuan ekonomi masyarakat termasuk penurunan daya beli. Pelemahan rupiah, namun tidak signifikan dengan pengurangan impor, sehingga defisit transaksi berjalan tetap terjadi.
Dalam berbagai hal, kebijakan yang ditempuh pemerintah terkait langsung dengan layanan publik, cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kedaulatan ekonomi. Antara lain tercermin dalam pemberlakuan e-toll, dan perdagangan voucher pra bayar pulsa telekomunikasi seluler, yang mendegradasi prinsip uang kartal dan uang giral dalam sistem pembayaran dalam bertransaksi sebagaimana diisyaratkan konstitusi. Walaupun berdalih penggunaan teknologi, mengurangi tenaga kerja manusia.
Selaras dengan itu pemberlakuan kebijakan pemerintah terkait dengan fiskal dan berbagai kebijakan lain yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam, nyaris tidak terasakan dampaknya secara langsung kepada masyarakat, sebagaimana pengelolaan anggaran belanja negara yang masih bertumpu untuk alokasi penyelenggaraan pemerintahan, dan belum secara proporsional diperuntukkan bagi belanja pembangunan dan pemberdayaan rakyat. Demikian pula halnya dengan ketahanan pangan dan energi. Rakyat pada umumnya dihadapkan oleh dikotomi meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dengan menurunnya daya beli. Kenaikan harga terjadi sebagai konsekuensi impor bahan pangan dan energi dengan basis Dollar, padahal seharusnya pengurangan impor bahan pangan harus dilakukan dengan lahan sawah yang banyak dan luas di Indonesia.
Lebih banyak hal yang berkembang di tengah masyarakat sepanjang tahun 2018 yang harus terus dikritisi, kendati demikian Majelis Nasional Forhati memandang penting beberapa hal yang menjadi komitmen, yang melandasi sikap untuk secara bersungguh-sungguh dan tanpa henti, memperjuangkannya sesuai dengan komitmen Insan Cita HMI:
1. Keadilan terhadap perempuan dan anak untuk memperoleh hak hidup yang wajar dan layak sesuai dengan standar hak asasi manusia, khususnya dalam memperoleh rasa aman dan nyaman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara proporsional;
2. Perlakuan adil negara atas kaum perempuan dan anak untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk tindak kekerasan baik dalam bentuk ucapan (kata-kata) maupun aksi kekerasan fisik, termasuk pelecehan seksual dari siapapun juga, baik di wilayah domestik (keluarga) ataupun masyarakat;
3. Diberlakukannya UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas;
4. Perubahan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang lebih melindungi kaum perempuan dan anak-anak dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), antara lain dengan menegaskan KDRT sebagai kejahatan kemanusiaan. Forhati memberikan perhatian khusus tentang penegakan hukum terkait KDRT, tidak hanya karena KDRT telah menjadi isu global dan telah menjadi perhatian publik semata, melainkan karena KDRT adalah tindakan kejahatan yang bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan kajian yang lebih mendalam sesuai dengan UUD’45 dan nilai-nilai yang kita anut bukan karena kepentingan liberal;
5. Penguatan akses kaum perempuan terhadap modal dan mendesak otoritas jasa keuangan dan Bank Indonesia memperluas jangkauan distribusi inklusi keuangan yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan keluarga;
6. Hak kaum perempuan memperoleh perlakuan yang adil dalam mendapat kesempatan kerja, mengembangkan karir, sesuai dengan standar kompetensi dan profesionalisme, serta mendesak pemerintah untuk menyiapkan rencana pengembangan sumberdaya insani sebagai modal insan bagi bangsa dan negara;
7. Perlakuan adil dan proporsional bagi kaum perempuan dan anak dalam memperoleh hak layanan kesehatan menyeluruh, sebagaimana kaum perempuan memikul kewajibannya kepada negara;
8. Jaminan bagi setiap keluarga memperoleh pangan yang berkualitas dan berdampak baik terhadap kualitas kesehatan; termasuk tumbuh kembang anak sejak usia nol dalam kandungan dan menghapuskan stunting bagi anak.
9. Menstimulasi perempuan untuk menggerakkan masyarakat mencintai, menjaga dan melestarikan lingkungan untuk keselamatan anak cucu kita sebagai pewaris tanah air.
10. Sebagai negara yang berada di Ring of Fire di mana kita meyakiti pasti renta terhadap gempa gunung merapi, tsunami dan lain lain, maka kesiapan teknologi yang menjadi alat peringatan dini dan edukasi kemasyarakatan hars segera diberikan porsi anggaran yang cukup harus segera direalisasikan tahun anggaran 2019.
Dalam pandangan FORHATI ,Tahun 2019 Indonesia akan mengalami fase sejarah baru konsolidasi demokrasi melalui Pemilu Serentak, yaitu: Pemilihan Umum Presiden – Wakil Presiden; Pemilihan Umum Anggota Legislatif DPRD, Kabupaten, Kota, Provinsi, DPR RI dan DPD RI. Pemilihan Umum secara serentak tersebut dalam banyak hal menghadapkan rakyat pada kerancuan berfikir, bersikap, dan bertindak selama beberapa detik di kotak suara, dan karena itu memerlukan sosialisasi intens dan edukasi demokrasi kepada masyarakat agar berlangsung secara baik dan benar.
Majelis Nasional Forhati berkomitmen untuk menyukseskan Pemilihan Umum Serempak 2019 tersebut dan mengimbau kepada seluruh anggotanya untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Pergunakan Hak Pilih dengan sebaik-baiknya secara cerdas dengan pertimbangan jauh ke masa depan, dan tidak mengabaikan hak pilih tersebut (tidak menjadi Golput) yang dapat merugikan kehidupan agama, nusa, dan bangsa ke masa depan;
2. Prioritaskan memilih calon anggota legislatif kader dan atau anggota Forhati, kader dan atau alumni HMI, kader dan atau anggota keluarga besar HMI di lingkungannya masing-masing;
3. Membantu Kader dan anggota Forhati yang sedang mengemban amanah sebagai komisioner KPY Pusat dan Daerah) dan anggota BAWASLU melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara benar dan amanah agar Pemilihan Umum terlaksana secara adil dan makmur;
4. Mengambil inisiatif menjadi saksi dan atau peran lain untuk mengawasi jalannya seluruh proses penyelenggaraan Pemilu 2019, sehingga Pemilihan Umum dapat terselenggara secara berkualitas: bebas, jujur, adil, rahasia, serta terhindar dari kecurangan;
5. Mengambil inisiatif di lingkungan sosial masing-masing untuk membantu sosialisasi penyelenggaraan Pemilu Serempak 2019;
Majelis Nasional, Wilayah dan Daerah Forhati di seluruh Indonesia secara sadar dan terus-menerus berpartisipasi aktif, kritis dan korektif dan bersedia bekerjasama dengan Pemerintah dan penyelenggara negara lainnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan rakyat, dari tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dan bersedia untuk mewujudkan kondisi yang kondusif dan favourable bagi keberlangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia. FORHATI mengambil inisiatif dalam mewujudkan persatuan seluruh elemen dan eksponen masyarakat, negara, dan bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah sesuai dengan ragam bidang keahlian anggotanya. Perbedaan adalah rahmat, adalah hal biasa, namun persatuan negara adalah harga mati yang tak bisa ditawar.
Sebelum kami mengakhiri refleksi ini, Masih Momen hari Ibu 22 Desember  tahun 2018, Presidium Majelis Nasional FORHATI mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh senior dan kalangan yang telah memungkinkan berdirinya Forhati. Sekaligus memberi apresiasi kepada Korps Alumni HMI (KAHMI) yang memungkinkan keberadaan Forhati mempunyai makna yang besar. Baik di lingkungan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI dan HMI wati), di lingkungan kaum muslimat dan masyarakat Indonesia secara luas. Tugas dan perjuangan perempuan masih panjang, PEREMPUAN sebagai IBU KEHIDUPAN, mari kita wujudkan Insan Cita HMI melalui Forhati sebagai bagian dari perempuan-perempuan pejuang Indonesia, JAYALAH FORHATI !!
Semoga kita semua menjadi orang yang beruntung dimana hari esok 2019 lebih baik dari hari ini 2018 dan kemarin 2017.
*Koordinator Presidium FORHATI Hanifah Husein dan Sekjen Jumrana Saliki.

Komentar