Politisi Golkar Tolak Bea Impor Ethanol Nol persen

Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja mengingatkan perjanjian perdagangan Indonesia dengan Pakistan, Hongkong dan China harus melindungi kepentingan masyarakat dan Negara Indonesia. Hanya dengan sikap melindungi itu kata Lili, perjanjian perdagangan itu berdampak positif terhadap kepentingan nasional.

Karena alasan melindungi kepentingan masyarakat dan Negara Indonesia, maka terhadap poin 7 perjanjian dagang antara Indonesia dan Pakistan, politisi Partai Golkar secara menolaknya karena terkait dengan impor ethanol.

“Sebagaimana diketahui, ethanol adalah bahan baku dari minuman keras. Negara seperti Malaysia impor beanya adalah 60 persen, lalu kenapa Indonesia yang tadinya impor beanya 30 persen bisa menjadi 0 persen,” tanya Lili, di sela-sela Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan dan Kementerian Hukum dan HAM, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/2).

Di rapat yang sama, Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno menyatakan salah satu implementasi dari perjanjian Indonesia dan Pakistan mengenai pembebasan bea ethanol menimbulkan kekhawatiran, bahkan keberatan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Terkait ratifikasi perdagangan bebas antara ASEAN dan Hong Kong serta Republik Rakyat China, Teguh berharap produk-produk dari China tidak mudah untuk masuk ke tanah air.

Menyikapi hal itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menjelaskan bahwa bea masuk 0 persen dalam tarif ethanol khusus sebagai bahan baku untuk sabun, kosmetik dan obat serta diatur dengan persyaratan sebagai pembatasan.

Mengenai perjanjian ASEAN dan Hongkong serta berkaitan dengan China, Enggar menegaskan, Indonesia khusus menerima produk yang diolah Hongkong. “Jadi ini tidak berarti kita mempermudah minuman beralkohol, adapun sikap kita mengenai surat MUI sangat kita perhatikan,” ungkap Mendag.

Berikut, hasil Raker. Pertama, sesuai dengan penugasan Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI melalui surat pimpinan DPR nomor: PW/00989/DPR RI/I/2019 tanggal 15 Januari 2019, untuk melakukan pembahasan surat Presiden Nomor: R-21/Pres/04/2018 tanggal 27 April 2018 mengenai pengesahan protokol perubahan perjanjian perdagangan preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan, maka Komisi VI DPR RI akan mengundang pihak terkait, seperti kementerian teknis, Majelis Ulama Indonesia dan asosiasi.

Kedua, Komisi VI DPR RI menyetujui rencana pengesahan persetujuan perdagangan bebas antara ASEAN dan Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok dilakukan dengan Peraturan Presiden, karena perjanjian perdagangan tersebut tidak menimbukan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, sesuai dengan penjelasan Menteri Perdagangan.

Ketiga, Komisi VI DPR RI meminta Menteri Perdagangan menyampaikan Peraturan Presiden tentang pengesahan persetujuan perdagangan bebas antara ASEAN dan Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok, setelah diterbitkan kepada Komisi VI DPR RI sebagaimana diatur dalam Pasal 84 UU nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Komentar