Pemerintah dan DPR Sepakat Bentuk Panja RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengatakan Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menghasilkan kesepakatan pengesahan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, ditandai dengan penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah.

“DPR bersama Pemerintah bersepakat membentuk Panja dari DPR dan pemerintah, yang ditandai penyerahan DIM oleh pemerintah. Pemerintah berjanji dalam waktu dua hari ini, akan menyerahkan nama-nama,” kata Marwan, usai menghadiri Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI beserta jajaran, di Ruang Rapat Komisi VIII, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/3/2019). Turut hadir dalam rapat ini perwakilan Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenkeu, Kemendagri, Kemenpan-RB, Kemenkumham, dan Pimpinan DPD RI.

Secara prinsip lanjutnya, pemerintah sudah siap membentuk Panja. DPR bersama pemerintah memiliki pandangan dan harapan yang sama, bahwa RUU tersebut dapat diselesaikan untuk kemudian disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada tahun 2019 ini.

“Pemerintah berharap RUU ini dapat diselesaikan di tahun ini. Begitu juga, sama halnya dengan DPR, juga berharap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dapat disahkan menjadi UU di tahun 2019 ini,” tegas Marwan.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menjelaskan, UU inisiatif DPR RI yang berbunyi dengan RUU Tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, akan mengerucut, untuk disederhanakan menjadi RUU Pesantren. Sementara, UU Pendidikan Keagamaan, cukup melalui penyempurnaan Peraturan Pemerintah.
“Karena itu, kalau nanti DPR dan pemerintah bersepakat hanya membahas dan menjadikan UU ini mengenai Pesantren, tentu lebih mudah, karena tidak semakin melebar persoalannya. Jadi, pasal-pasal itu hanya menyangkut tentang Pesantren saja,” ungkap dia.

Marwan menambahkan, lulusan santri masih agak sulit memasuki dunia formal. Menurutnya, hal itu karena Pesantren belum disamakan dengan dunia pendidikan formal lainnya.

“Oleh karena itu, ada dua hal. Pertama, negara kita harapkan menunaikan kewajiban memajukan pendidikan Pesantren sebagaimana kewajiban kepada pendidikan. Kedua, lulusan Pesantren disetarakan dengan lembaga pendidikan formal. Itulah tuntutan atau substansi dari pembentukan UU tersebut,” pungkas Marwan.

Komentar