The Kaldera – Toba Nomadic Escape Usung Konsep Eco-Friendly

JAKARTA – Kawasan Danau Toba akan menjelma menjadi surga buat para kaum nomad, alias pengembara jaman now. Alasannya adalah kehadiran The Kaldera – Toba Nomadic Escape. Destinasi yang dibangun Kementerian Pariwisata melalui Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), akan diresmikan 4 April mendatang. Yang harus dicatat, The Kaldera sangat ramah lingkungan.

The Kaldera – Toba Nomadic Escape bukan destinasi sembarangan. Destinasi ini diseting menjadi berkelas dunia. Tapi, pembangunan The Kaldera – Toba Nomadic Escape sangat memperhatikan kelestarian lingkungan

Hal tersebut dijelaskan Kepala Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) Arie Prasetyo. Menurutnya, konsep yang dikembangkan destinasi ini tidak merusak lingkungan.

“Kita sangat fokus pada pengembangan nomadic tourism di Danau Toba. Tapi, kita juga peduli dengan alam disekitarnya. Oleh karena itu, pembangunan The Kaldera mengusung konsep eco-friendly. Kita mempertahankan pohon-pohon pinus di dalam The Kaldera. Selain itu kita memaksimalkan topografi yang ada, misalnya Kaldera Amphiteater kita bangun di titik dimana topografinya memang menurun, jadi tinggal kita susun batu saja,” papar Arie, Sabtu (30/3).

Dijelaskannya, The Kaldera – Toba Nomadic Escape justru membuat Danau Toba menjadi indah. Dan memperkuat status danau terbesar di Indonesia itu sebagai destinasi super prioritas.

Tidak hanya pembangunannya saja yang ramah lingkungan, instalasi listrik yang digunakan juga sangat ramah lingkungan.

“Konsep eco-friendly yang kita usung, kita terapkan ke semua aspek. Bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga instalasi. Contohnya, cabin yang dibangun, kita menggunakan panel surya. Gunanya adalah untuk penerangan interior di malam hari. Tanki penampung air juga kita letakkan di titik yang cukup tinggi sehingga sirkulasi air ke toilet tidak menerlukan pompa melainkan memanfaatkan gravitasi,” paparnya.

Sementara Ketua Tim Percepatan Nomadic Tourism Kementerian Pariwisata, Waizly Darwin, menjelaskan konsep dari nomadic tourism. Menurutnya, nomadic memiliki nilai yang luar biasa.

“Value proposition dari solusi nomadic amenities antara lain adalah murah, mudah, dan cepat. Secara fisik, pembangunannya memang murah. Tapi saat sudah jadi, dijualnya bisa lebih mahal dibanding hotel. Dan yang pasti, nomadic amenities mudah dioperasikan dibanding hotel. Cepat dibangun dan cepat balik modal,” paparnya.

Waizly menjelaskan, modal membangun satu kamar glamping tidaklah mahal. Cukup dengan modal mulai dari Rp 70 juta. Namun, jika mau membangun amenitas yang lebih premium lagi, biayanya bisa mencapai hingga Rp 300 juta per kamar/tenda. Dan itu sudah lengkap dengan interior dan dekorasi yang tentunya sesuai untuk kaum nomad atau pengembara jaman now

Di The Kaldera, ada beberapa hal yang akan disimulasikan oleh BPODT selaku pengembang kawasan. Salah satunya adalah helitour keliling geopark Danau Toba, dan coffee trail ke salah satu lokasi perkebunan kopi terbaik di dunia.

“Bahkan kita juga mewajibkan peserta helitour untuk menanam satu pohon setelah selesai menikmati perjalanan, hal ini untuk menciptakan keseimbangan carbon footprint,” tambah Waizly.

Buat Menteri Pariwisata Arief Yahya, konsep nomadic tourism sangat layak dikembangkan disejumlah destinasi di Indonesia.

“Mengapa sangat cocok? Karena pembangunannya cepat. Biayanya juga lebih murah dibandingkan membangun hotel. Saya menyebut nomadic tourism sebagai solusi sementara sebagai solusi selamanya. Dan pembangunan The Kaldera bisa menjadi contoh bagi destinasi lainnya,” papar mantan Dirut PT Telkom itu.(*)

Komentar