Inilah Lima Terobosan Strategi Genjot Ekspor Pertanian

DEPOK – Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian telah menyiapkan lima terobosan strategi untuk menggenjot ekspor produk pertanian. Dengan terobosan tersebut diharapkan volume dan nilai ekspor bisa meningkat, paling tidak tahun ini volume  mencapai  45 juta ton.

Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil mengatakan, sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan ekspor, Kementerian Pertanian kini terus mendorong akselerasi ekspor produk pertanian. Karena itu, pemerintah memberikan berbagai kemudahan bagi pelaku usaha yang akan mengekspor.

Untuk itu Menteri Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 19 tahun 2019 tentang Pengembagan Ekspor Pertanian. “Ekspor kita beri karpet merah, kalau perlu dimerahkan  lagi. Maksudnya dipermudah terus. Harus kita dorong, kita datangi dan jemput bola,” ujarnya saat Bincang Asik Pertanian bersama FORWATAN di Depok, Jumat (09/08/2019)

Ada lima terobosan yang disiapkan untuk menggenjot ekspor. Pertama, memberikan kemudahan bagi eksportir dalam perijinan melalui OSS. OSS merupakan program perijinan terpadu, sehingga prosesnya bisa lebih cepat. “Jadi jika sebelumnya ijin baru keluar tiga tahun, tiga bulan, sekarang hanya 3 jam. Bahkan kalau berkas, mungkin tidak sampai tiga jam,” katanya.

Terobosan kedua, menurut Ali Jamil yakni mendorong generasi milenial untuk menjadi eksportir melalui program Agro Gemilang. “Kita inginkan generasi milenbial ikut andil dalam eksportir,” ujarnya.

Dalam program itu, pemerintah memberikan bimbingan teknis terkait SPS (Sanitary Phyto Sanitary), persiapan di lapangan dan bimbingan dalam giid handling practices (GHP). “Kita konektivitas dengan daerah dan petani. Untuk GAP (Good Agricultuer Practices) ada di dinas dan GHP tugasnya pemerintah pusat,” tambahnya.

Ketiga ungkap Ali Jamil, pemerintah membuat kebijakan Inline inspection. Dalam program ini Badan Karantina Pertanian melakukan kunjungan langsung ke eksportir, dari tingkat budidaya hingga handling. Dengan demikian mempermudah pelaku usaha dalam menangani produk yang akan diekspor.

“Contohnya saat di Jeneponto ada markisa bagus sekali, bahkan mengalahkan markisa Medan. Tapi ada hama lalat buah. Kita bantu penanganan dengan bimbingan BPP dan BPTP, sedangkan Karantina Pertanian bantu handlingnya,” tuturnya.

Ke empat, program I-Mace. Dengan I-Mace, bisa diketahui data sentra komoditas pertanian dan berpotensi ekspor. Bahkan di I-Mace juga terdapat data produk pertanian yang diekspor dan Negara tujuannya.

“Harapan kita dengan I-Mace bisa digunakan sebagai bahan kebijakan gubernur dan bupati untuk membangun pertanian di daerahnya. Misalnya dengan membangun kawasan sentra produksi pertanian yang berpotensi ekspor,” kata Ali Jamil.

Terboisan kelima yakni elektornik sertifikat (E-Cert). Dengan E-Cert, menurut Ali Jamil, produk pertanian yang diekspor lebih terjamin.  Jadi negara tujuan ekspor akan menerima sertifikasi secara online, kemudian langsung diperiksa dan diteliti. “Setelah semua Ok, barang bisa jalan. Jadi barang tidak akan ditolak di negara tujuan,” ujarnya.

Berbeda dengan sebelumnya, eksportir akan membawa berkas/sertifikat masih dalam hardcopy bersamaan dengan produknya. Namun jika kemudian ada ‘masalah’ terhadap produk yang dikirim, justru akan merugikan eksportir. “E-Cert ini merupakan bentuk penjaminan sesungguhnya, karena produk sudah pasti bisa diterima  di luar negeri,” ujarnya.

Saat ini sudah ada empat negara yang menerapkan E-Cert yakni, Belanda, Selandia Baru, Australia dan Vietnam. Namun ke depan, Ali Jamil berharap akan bisa bekerjasama dengan negara lain, terutama Uni Eropa.

“Dari hasil pertemuan saya di Belanda, ternyata Uni Eropa sudah menerapkan sejak 2010, bahkan mereka sepakat pada tahun 2020 menggunakan E-Cert. Kita harapkan dengan kesepakatan itu membuka peluang bagi Indonesia untuk bisa menerapkan E-Cert ,” tuturnya.

Ali Jamil  mengungkapkan, pemerintah juga telah membuat strategi agar pertumbuhan ekspor terus meningkat. Diantaranya, mendorong pertumbuhan eksportir baru, diversifikasi produk ekspor melalui dua cara yakni mendorong ekspor produk setengah jadi dan jadi (produk turunan) dan mendorong produk baru, seperti jeruk purut dan daun ketapang. “Kami juga mendorong meningkatkan frekuensi pengiriman ke luar negeri,” ujarnya.

Sementara itu Indah Sofiati, Direktur PT Cakrawala Skyland eksportir jeruk purut ke Eropa mengakui, jika sebelumnya mengalami kesulitan dalam perijinan, kini dengan bimbingan Badan Karantina Pertanian menjadi lebih mudah. “Kami bisa melancarkan ekspor jeruk purut. Padahal tidak mudah masuk Eropa, apalagi ke Perancis,” katanya.

Namun diakui, untuk mendapatkan pasokan jeruk purut di dalam negeri tidak mudah. Selain pasokannya tidak kontinyu, juga dalam mendapatkan jeruk purut, pihaknya terhadang banyak tengkulak, sehingga harganya menjadi cukup mahal. “Mungkin petani tidak mengambil untung banyak, karena harganya hanya sekitar Rp 8-10 ribu/kg, tapi ketika ditengkulak mencapai Rp 25 ribu/kg,” katanya. (kementan/jpp)