Fahri Hamzah Anggap Buku “Selayang Pandang” Komisi III Sangat Komprehensif

Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah menilai buku “Selayang Pandang” Komisi III DPR RI yang diluncurkan Komisi III DPR bercerita tentang penegakan hukum dan situasi hukum di Indonesia, yang sangat komprehensif dan lengkap.

Hal tersebut dikatakan Fahri saat peluncuran dan diskusi bedah buku “Selayang Pandang” Komisi III DPR RI (Evaluasi Penegakan Hukum di Indonesia 2014-2019), di Selasar Gedung Nusantara II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan – Jakarta, Senin (23/9/2019).

“Buku ini sangat komprehensif, buku yang memotret tentang penegakan hukum dan situasi hukum di Indonesia secara lengkap dan padat. Ini cara satu-satunya bagi kita untuk sampai pada situasi penegakan hukum yang solid,” kata Fahri.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menceritakan, dalam periode sebelumnya ia sempat menjadi pimpinan Komisi III yang notabene merupakan Komisi yang kerap membahas hukum, padahal background pendidikannya saat itu ekonomi. Untuk mengejar ketertinggalan, ia ‘terpaksa’ belajar hukum dan memilih belajar dari salah seorang sarjana hukum baru. Dari sana pengetahuan tentang ilmu hukum pun bertambah. Bahkan tidak sedikit yang menganggap dirinya berlatar belakang pendidikan hukum, bukan ekonomi.

Fahri mengakui, Komisi III DPR merupakan komisi yang semua konten pengetahuannya sangat tinggi, bahkan dalam berdebat pun tinggi sekali. Tak heran jika kemudian ia menganggap Komisi III merupakan “sekolah hukum” bagi dirinya. Ketika itu Fahri berupaya mendesain sistematika rapat menjadi lebih baik. Ini yang nantinya menjadi dasar cara rapat di Komisi III dengan mitra kerja.

“Kita identifikasikan, apakah ada persoalan sistem dalam penegakan hukum atau tidak. Pak Desmond itu mengatakan kasus itu muncul karena lubang dari sebuah sistem. Oleh karena itu sistem itu diidentifkasi dulu, baru kita tahu lubangnya wajar atau tidak,” ungkap Fahri.

Pertama imbuh Fahri, harus diteliti ada permasalahan atau tidak dalam sebuah regulasi, dan dicek satu per satu birokrasinya, apakah masih tertutup atau kurang profesional. “Saya ingat Pak Bambang Hendarso Dahuri membawakan kita sebuah tas yang berisi tentang reformasi kepolisian lengkap. Baru kemudian muncul kasus-kasus yang diidentifikasi, lalu ditemukan masalahnya di mana, bagaimana dari sisi regulasinya, sisi institusi atau sisi anggaran,” imbuhnya.