Tingkatkan Keselamatan, KAI Lakukan Sosialisasi di Perlintasan Sebidang

Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik yang sering terjadi kecelakaan. Melihat fakta tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) bersama instansi-instansi terkait melakukan sosialisasi di 78 titik Perlintasan Sebidang yang ada di seluruh wilayah operasi KAI di Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam kesempatan ini, KAI menggandeng pihak kepolisian, dinas perhubungan serta pemerintah daerah. Tak hanya imbauan untuk mematuhi aturan di perlintasan sebidang, di lokasi tersebut pihak kepolisian juga melakukan penegakan hukum. Kegiatan serupa juga KAI lakukan serentak di sejumlah perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat untuk menaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat. Sebab, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api.
Giat perlintasan sebidang ini merupakan tindak lanjut dari FGD (Focus Group Discussion) bertanjuk ‘Perlintasan Sebidang Tanggung Jawab Siapa?’yang telah dilaksanakan di Jakarta pada 6 September lalu. FGD dalam rangka HUT ke-74 KAI tersebut dihadiri oleh semua stakeholder terkait perlintasan sebidang, mulai dari Komisi V DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, Polri, Pengamat, Akademisi, jajaran KAI, para Kadishub dan Polda di Jawa-Sumatera, serta pihak terkait lainnya.
Kegiatan FGD tersebut melahirkan piagam Komitmen Bersama ditandatangani oleh DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, KNKT, POLRI, KAI, dan Jasa Raharja. Piagam tersebut menyatakan bahwa para pihak-pihak terkait berkomitmen untuk:
1. Melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang mengatur dan/atau terkait perlintasan sebidang.
2. Melakukan evaluasi keselamatan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya.
3. Melakukan kegiatan peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang sesuai tugas dan kewenangannya.
Perlu diketahui perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul dikarenakan meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api. Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.
Sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 menyatakan bahwa, “(1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup; (2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.”
KAI mencatat terdapat 1.223 perlintasan sebidang yang resmi dan 3.419 perlintasan sebidang yang tidak resmi. Sedangkan perlintasan tidak sebidang baik berupa flyover maupun underpass berjumlah 349.
Selama Tahun 2019, telah terjadi 260 kali kecelakaan yang mengakibatkan 76 nyawa melayang. Salah satu tingginya angka kecelakaan pada perlintasan juga kerap terjadi lantaran tidak sedikit para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
Selain itu pada Undang Undang No. 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan bahwa “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain; Mendahulukan kereta api, dan; Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.”
Meskipun kewajiban terkait penyelesaian keberadaan di perlintasan sebidang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab KAI selaku operator, namun untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang beberapa upaya telah dilakukan KAI. Di antaranya melakukan sosialisasi dan menutup perlintasan tidak resmi. Sebanyak 311 perlintasan tidak resmi telah KAI tutup dari tahun 2018 – Juni 2019. Pada prosesnya langkah yang dilakukan KAI untuk keselamatan tersebut juga kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat, dalam kondisi tersebut diperlukan langkah untuk mencari jalur alternatif bagi masyarakat yang harus disolusikan bersama oleh pemerintah pusat atau daerah. (KAI)