Bahana Menilai Ruang Perbaikan Infrastruktur Kedepan masih Terbuka

Jakarta—Pembangunan infrastruktur yang cukup massif dalam lima tahun terakhir, diperkirakan masih akan berlanjut kedepannya meski pertumbuhan alokasi belanja negara untuk pembiayaan infrastruktur tidak sepesat tahun-tahun sebelumnya. Sinergi antara badan usaha milik negara (BUMN) dan investor swasta baik lokal maupun asing mutlak diperlukan untuk mengatasi keterbatasan anggaran negara.

 

Ketersediaan infrastruktur yang merata di seluruh tanah air sangat diperlukan untuk menurunkan biaya logistic Indonesia yang masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Data memperlihatkan biaya logistic Indonesia sebesar 24% terhadap produk domestik bruto (PDB), bahkan lebih tinggi dari Vietnam dengan biaya logistic 20%, Thailand sebesar 15% dan Filipina serta Malaysia masing-masing sebesar 13%.

 

Hal inilah yang mendasari pemerintah masih memberikan perhatian serius terhadap ketersediaan infrastruktur dengan kualitas yang semakin baik. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2020, pemerintah masih menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur dengan rencana alokasi belanja mencapai Rp 423,3 triliun atau naik 5,9% dari target alokasi belanja untuk sepanjang tahun ini, yang ditargetkan sebesar Rp 399,7 triliun.

 

‘’Dengan pembangunan yang cukup agresif dilakukan, ternyata kualitas infrastruktur Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN,’’ ujar Direktur Utama Bahana Sekuritas Feb Sumandar dalam seminar Infrastructure Outlook Forum 2020 di Jakarta (07/112019). Hal inilah yang mendasari, kami berkeyakinan kedepan ruang untuk perbaikan infrastruktur untuk meningkatkan kualitas masih akan berlanjut dengan tidak hanya mengandalkan anggaran negara semata, tapi perlu peran serta swasta untuk berpartisipasi dengan pola-pola pembiayaan yang feasible, terang Feb.

 

Indonesia dengan negara kepulauan, memiliki panjang jalan secara total hampir mencapai 600.000km, namun panjang jalan yang sudah diaspal masih dibawah 60%, bandingkan dengan Malaysia yang memiliki total panjang jalan hampir 300.000km, jalan yang telah diaspal mencapai sekitar 75%, panjang jalan Thailand yang sudah diaspal hampir 100%. Dengan integrasi tol trans Jawa dan Sumatera serta dan rencana membangunan jalan baru sepanjang 837 km dalam RAPBN 2020, akan semakin meningkatkan kualitas infrastruktur kedepannya.

 

Data World Bank memperlihatkan infrastruktur index Indonesia menunjukkan perbaikan dari peringkat 60 untuk periode 2016/2017, menjadi peringkat 52 pada periode 2017/2018. Peringkat Indonesia masih lebih baik bila dibanding India dengan peringkat 66 dan Filipina peringkat 97. Untuk semakin meningkatkan peringkat dan kompetitifnes Indonesia kedepannya, Bappenas memperkirakan diperlukan total belanja infrastruktur sekitar Rp 6.421 triliun untuk periode 2020 – 2024.

 

Dari perkiraan total kebutuhan pendanaan tersebut, pemerintah menargetkan sekitar 37% akan mengandalkan anggaran negara, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi sekitar 21% dan peran swasta diharapkan sebagai mayoritas dengan porsi mencapai 42%. Peran BUMN untuk membiayai pembangunan infrastruktur hingga tahun ini, sudah cukup besar yang pada akhirnya memicu kenaikan rasio net gearing atau rasio utang terhadap modal menjadi sebesar 2.2 hingga semester satu 2019, dari sebesar 0.7 pada 2015.

 

‘’Disinilah perlunya kerja sama seluruh pihak baik pemerintah, BUMN, maupun swasta untuk duduk bersama menciptakan kepastian hukum dan investasi yang bisa membuat swasta mau terlibat untuk membiayai proyek infrastruktur yang sifatnya komersial, ataupun swasta bekerja sama dengan BUMN untuk saling melengkapi, papar Feb. Ada banyak skema pembiayaan yang bisa dilakukan baik oleh swasta atau BUMN bekerja sama dengan swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur, tambahnya. (rls)