Era Post Truth, Menag: Umat Harus Berani Suarakan Kebenaran

Banda Aceh – Revolusi Industri 4.0 melahirkan disrupsi dan era paska kebenaran atau yang dikenal dengan post truth. Informasi menyesatkan yang dibiarkan dan terus dibicarakan orang, bisa diyakini sebagai kebenaran.

“Mempublikasikan kebenaran penting untuk membendung berkembangnya informasi palsu yang menyesatkan lalu dianggap benar,” tegas Menag Fachrul Razi saat memberikan sambutan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Minggu (17/11).

Menurutnya, di antara keteladanan Nabi adalah sikapnya yang suka mengumumkan kebenaran. Saat diperintah untuk berdakwah, Muhammad segera mengumumkan statusnya sebagai Nabi, meski hal itu berdampak pada bully.

“Abu Jahal misalnya, tidak kurang mencaci Nabi, marah karena dikumpulkan hanya untuk mendengarkan ajakan Nabi. Tapi itu tidak membuat Nabi takut untuk menampakkan kebenaran,” jelasnya.

“Teladan ini relevan dengan kondisi Indonesia saat ini,” sambungnya.

Selain berani menyampaikan kebenaran, Rasulullah juga senantiasa menebar kasih sayang. Banyak kisah tentang ini. Umat Islam, kata Menag, bisa belajar dari kisah Nabi yang tidak marah saat diludahi. Saat orang yang suka meludahi sakit, Nabi justru menjenguk.

Juga tentang kisah perempuan Yahudi yang buta dan suka mencaci. Kepada perempuan itu, Rasul justru suka menyuapi.

“Rasul beri teladan tentang kasih sayang. Rasul justru mendoakan hal baik agar lahir dari mereka keturunan yang baik,” ujar Menag.

Terbukti, dari Abu Jahal lahir orang shalih bernama Ikrimah. Dari Walid bin Mughirah yang keras menentang Nabi, lahir panglima perang Islam, Khalid bin Walid. Dari ‘Ash, lahir ‘Amr bin ‘Ash.

Di hadapan ratusan masyarakat Aceh, Menag juga mengajak untuk meneladani Syekh Kuala atau Syekh Abdur Rauf as Singkili. Tokoh ini adalah murid dari dua ulama dengan jalan pemikiran yang bertolak belakang, yaitu: Syekh Syamsudin as Sumaterani dengan Wahdatul Wujudnya dan Syekh Nurudin ar Raniry yang keras menolak ajaran tersebut.

“Syekh kualwa berhasil menemukan titik temu dari dua hal berbeda yang dibawa gurunya. Mempertemukan beberapa pemikiran yang berbeda adalah inti ajaran moderasi beragama,” ujarnya.

“Unsyah harus mewarisi cara pikir ini. Sivitas akademika harus terus kembangkan sikap kritis sehingga hal yang seolah bertentangan, bisa menjadi selaras,” tandasnya.

Peringatan Maulid Nabi diawali dengan memberikan santunan anak yatim oleh Ibu Rektor Unsyiah.

Bersama Plt Gubernur Nova Iriansyah, Rektor Syamsul Rijal, ulama dan ratusan civitas akademika Unsyiah, Menag juga menyenandungkan shalawat Nabi. Ya Nabi salam ‘alaika, ya Rasul salam ‘alaika, ya Habib salam ‘alaika,  shalawatullah ‘alaika.

Hadir, Kakanwil Kemenag Aceh Daud Pakeh, Staf Khusus Menag, Munajat, Kapus Lektur M Zein, dan Sesmen Khairul Huda Basyir. (kemenag)