Politisi Gerindra Nilai Skema Omnibus Law Sangat Sektoral

Jakarta – Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra pada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Heri Gunawan menilai konsep Omnibus Law (menggabungkan semua regulasi dalam satu undang-undang) yang ditawarkan Pemerintah sangat sektoral. Apalagi menurut Heri, belum ada sinergitas administrasi antara pusat dan daerah.

“Sekarang ini semua pihak masih menerka-nerka konten Omnibus Law ini seperti apa? Hal-hal apa saja dalam undang-undang tersebut yang akan meniadakan undang-undang lain. Tentunya ini membutuhkan partisipasi publik, bukan saja mendengarkan para ahli, tetapi juga masyarakat yang terkena dampak, misalnya pengusaha-pengusaha kecil,” kata Heri, di Gedung DPR RI, Senayan – Jakarta, Senin (4/11/2019).

Diingatkannya, konsep Omnibus Law dalam mekanisme pembuatannya harus mengikuti prosedur yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahaan.

Selain itu, dia menilai, skema Omnibus Law terlalu sektoral dan sempit. Namun, baik untuk menstimulus investasi dan ekspor. “Sejatinya, bila Omnibus Law diterapkan, tentu harus berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” ujarnya.

Omnibus Law, lanjut Anggota Komsi XI DPR RI ini, ingin menyasar UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan UU yang menghambat pengembangan UMKM direvisi sekaligus. Pemerintah ingin mengejar investasi jauh lebih tinggi daripada periode lalu. “Investasi tidak kunjung menunjukkan angka yang optimis untuk mencapai target yang diharapkan,” ungkapnya.

Kemudahan investasi melalui Omnibus Law di Indonesia lanjutnya, tentu berpengaruh pada UU Ketenagakerjaan. Seberapa fleksibel perundang-undangan yang ada mampu memudahkan tertanamnya modal dan investasi. Regulasi-regulasi ketenagakerjaan seringkali dijadikan alasan bagi para pelaku usaha dan pembuat regulasi atas terhambatnya investasi di Indonesia. Namun, hal ini tak bisa dijadikan alasan mengabaikan hak-hak pekerja.

“Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja tetap dikhawatirkan akan merugikan hak-hak pekerja. Sebab, dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi, kesejahteraan pekerja itu sendiri tidak disinggung. Jokowi lebih berfokus pada menciptakan SDM yang terampil dan bisa bekerja keras. Pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama yang tidak bisa diraih dengan cara-cara lama,” imbuh Heri.