Ahmad Basarah Tegaskan MPR Tak Pernah Bahas Masa Jabatan Presiden

Jakarta – Wakil Ketua MPR RI DR Ahmad Basarah mengatakan semua Pimpinan dan Anggota Majelis telah mengunjungi berbagai elemen masyarakat untuk dimintakan aspirasinya terkait dengan Rekomendasi Amandemen Terbatas V UUD 45 yang dikeluarkan oleh MPR RI periode 2014-2019.

Hasilnya menurut politisi PDI Perjuangan itu, muncul pro dan kontra soal amandemen terbatas itu. “Menurut saya, itu bagus sebagai satu proses peradaban politik. Lebih baik ruang publik diisi oleh wacana perbaikan nasib bangsa ke depan,” kata Basarah, dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk “Pelaksanaan Rekomendasi MPR 2014-2019”, di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan -Jakarta Jumat, (6/12/2019).

Salah satu materi dari Rekomendasi MPR RI periode 2014-2019 ujar Basarah, adalah menghadirkan kembali Haluan Negara atau yang lebih dikenal dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

“Saya jelaskan, diskusi yang berkembang di masing-masing fraksi dan Kelompok DPD RI di MPR RI hanya menyoal posisi Haluan Negara lewat UUD 45 atau cukup ada di dalam Undang-Undang saja,” ungkap Basarah.

Dia tegaskan, Rekomendasi MPR RI dan wacana di internal MPR RI periode 2019-2024 sama sekali tidak pernah masuk ke ranah penambahan periode masa jabatan Presiden, apalagi pemilihan Presiden dikembalikan kepada MPR RI.

“Tidak ada kaitannya wacana masa jabatan Presiden dan pemilihan Presiden oleh MPR RI dengan Rekomendasi MPR RI. Tidak relevan, tiba-tiba muncul wacana itu,” ujarnya.

Terlepas cantelan Haluan Negara atau GBHN di UUD 45 atau hanya di UU, Wakil Rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur V itu menegaskan bahwa Haluan Negara atau GBHN itu sangat diperlukan untuk menjaga kesinambungan pembangunan bangsa dan negara.

Basarah mencontohkan tentang pentingnya keberlanjutan proses pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. “Saya yakin tidak cukup waktu satu periode ke depan bagi Presiden untuk memindahkan Ibu Kota Negara. Untuk memastikan keberlanjutan itu sangat diperlukan Haluan Negara atau GBHN agar proses pemindahan Ibu Kota tetap jalan,” kata Basarah.

Sebaliknya imbuh Basarah, kalau tidak ada legalitas yang cukup kuat untuk menjamin keberlanjutan proses pemindahan Ibu Kota, akan sangat mudah untuk dihentikan. “Menghentikan proses pemindahan Ibu Kota Negara, berpotensi sangat merugikan Negara,” ujarnya.

Dia tegaskan, kehadiran Haluan Negara atau GBHN tidak akan mengganggu kreatifitas dan varians pembangunan oleh masing-masing kepala daerah. “Sebaliknya para kepala daerah jangan pula menginterupsi visi dan misi Presiden yang lebih bersifat nasional,” pungkasnya.