Buntut Korupsi Wahyu Setiawan, Emrus Saranin KPU Dibubarkan

Jakarta – Kasus suap yang dilakukan oleh salah satu komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dengan politisi PDI Perjuangan benar-benar mencoreng nilai-nilai demokrasi.

Pasalnya, negara sudah membiayai segala aktivitas para komisioner KPU dari pusat hingga daerah. Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, masalah “cawe-cawe” di KPU tidak akan berhenti sepanjang Indonesia tidak melakukan e-voting dengan menggunakan E-KTP dalam semua aktivitas Pemilu, termasuk Pilkada 2020.

“Kualitas demokrasi kita akan terus tercoreng karena ulah oknum-oknum yang berpengaruh, baik dari KPU itu sendiri maupun para aktor politik yang haus kekuasaan,” kata Ermus saat dihubungi, Senin (13/1/20).

Menurut Emrus, sebagai negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat yang mutlak dijaga oleh semua pihak, terutama penyelenggara yaitu KPU dan peserta pemilu sebagai aktor politik. Karena, diduga ada upaya mentransaksionalkan suara rakyat dengan dana operasional mencapai 900 juta rupiah.

“Sangat aneh, rakyat pemilik kedaulatan, WS mendapat dana operasional ratusan juta rupiah. Menyedihkan,” paparnya.

Oleh karena itu, Ia meminta negara mendorong dan mendukung Kemendagri agar menyegerakan, paling tidak pertengahan Februari 2020, menuntaskan kepemilikan e-KTP bagi seluruh rakyat Indonesia.

‘E-KTP ini dilengkapi dengan seperangkat teknologi sehingga merupakan identitas tunggal bagi pemiliknya yang bisa digunakan dalam semua aktivitas sosial, termasuk di dalamnya untuk e-voting pada setiap kegiatan kepemiluan,” tuturnya.

Jika e-KTP ini telah valid dan berfungsi maksimal untuk menyalurkan pilihan dalam suatu kepemiluan, menurut Emrus, saat itu KPU Pusat dan Daerah dapat dibubarkan. (***)