Komite II DPD RI: Cuma 70 persen Sampah Diangkut ke TPA, Sisanya?

Tarakan – Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia masih menghadapi banyak kendala, terutama keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill. Selain itu kata Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hasan Basri, cuma 60 hingga 70 persen sampah yang bisa terangkut dan dibuang ke TPA. Sisanya tersebar di berbagai tempat.

Fakta tersebut diungkap Hasan ketika melakukan kunjungan kerja Komite II DPD RI menyerap aspirasi masyarakat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara mengenai isu lingkungan hidup yakni pengelolaan sampah.

“Hanya 60 hingga 70 persen sampah yang dapat terangkut dan dibuang ke TPA, sementara sisanya tersebar di berbagai tempat,” kata Hasan, di Kantor Wali Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (28/1/2020).

Bersama Hasan Basri juga hadir Wakil Ketua Komite II Bustami Zainudin, Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Tengah Lukky Semen, Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Tenggara Wa Ode Rabia, Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Barat Andri Prayoga Putra Singkarru, dan Wakil Wali Kota Tarakan Effendhi Djuprianto.

Dijelaskan Hasan, dampak dari sampah yang dibuang ke TPA menimbulkan pencemaran air lindi dan gas rumah kaca. Selain itu, sampah juga merupakan pemborosan sumber daya alam yang tak terbarukan. “Maka diperlukan manajemen yang bersifat holistik mulai dari hulu hingga ke hilir pengelolaan sampah,” ujarnya.

Senator Indonesia asal Provinsi Kalimantan Utara itu mengatakan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai payung hukum nasional, Pemerintah Daerah diwajibkan menutup semua TPA yang dioperasikan sebagai pembuangan sampah terbuka (open dumping) dalam jangka waktu maksimal lima tahun (sampai 2013).

“Dalam rentang waktu yang sama, TPA baru akan dibangun untuk menggantikannya. Pembangunan tempat pembuangan sampah baru harus memakai sistem sanitary landfill sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku,” kata Hasan.

Hasan menilai, sejauh ini masyarakat kurang peduli akan kebersihan. Selain itu, kesadaran masyarakat juga kurang untuk mengelola dan pemilahan sampah. “Sampai saat ini masyarakat juga masih membuang sampah sembarangan. Belum ada kesadaran dari masyarakat,” jelasnya.

Sedangkan Senator Lukky Semen mengatakan kehadiran Komite II DPD RI untuk menerima masukan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah. Namun kehadiran Komite II DPD RI tidak terfokus pada sampah saja, jika ada keluhan lain dari masyarakat bisa disampaikan. “Jadi memang kehadiran kita fokus di persampahan. Kami juga membutuhkan informasi lain sehingga kehadiran kami bisa dimanfaatkan,” katanya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara Edy Suharto menjelaskan pengelolaan sampah di Kalimantan Utara belum maksimal. Untuk itu perlu pengelolaan khusus seperti di Sulawesi berupa sampah medis. “Di Sulawesi sejauh ini suntikan atau perban tidak dibuang sembarangan. Maka perlu dimasukkan dalam UU ini,” ucapnya.

Menurutnya, pengelolaan limbah medis dinilai memang sangat mahal apalagi selama ini melalui pihak ketiga. Maka yang akan datang di Kaliamantan Utara bisa ada pengelolaan limbah medis. “Memang untuk pengelolaan sampah medis sangat mahal. Maka ke depan kita perlu menyiapkan pengelolaan sampah medis,” kata Edy.

Edy menambahkan sejauh ini pihaknya juga sudah menyebarkan Peraturan Gubernur tentang kebijakan strategis daerah mengenai sampah di setiap kabupaten dan kota. Kondisi eksisting saat ini di Tarakan dan Nunukan masih menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kalimantan Utara. “Tarakan dan Nunukan masih menjadi penyumbang sampah terbanyak seiring meningkatnya jumlah penduduk,” imbuhnya.