Ditarget 4 Tahun, Pemindahan Ibu Kota Negara Dikhawatirkan DPD RI

Jakarta – Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Agustin Teras Narang mengungkap kekhawatirannya tentang pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru yang ditenggat dalam waktu empat tahun. Alasannya, waktu empat tahun sangat cepat.

Kekhawatiran tersebut diungkap Teras Narang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite I DPD RI dengan Yayat Supriana dari Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia dan Ketua Majelis Kode Etik Perencana Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAPI), Bernardus Djonoputro, di Ruang Rapat Komite I DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan – Jakarta, Senin, (20/1/2020).

“Target pemindahan Ibu Kota Negara di tahun 2024 ini saya bilang lumayan ambisius, kekhawatiran kita wajar karena waktu empat tahun itu sangat cepat, pembangunan kota itu prosesnya panjang dan menyangkut multi-dimensi, apalagi persoalan membangun dan memindahkan Ibu Kota Negara,” kata Teras Narang.

Menurutnya, ada sejumlah persoalan yang dapat menghambat proses pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur, diantaranya masalah regulasi dan tata kelola pemerintahan, kedudukan Provinsi Kalimantan Timur dan DKI Jakarta pasca pemindahan, pertanahan dan tata ruang, pembiayaan dan beban anggaran. “Belum lagi pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN), serta dampak sosial budaya dan kemasyarakatan,” ujarnya.

Sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI ujarnya, Komite I sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI yang membidangi urusan pemerintahan daerah, pertanahan dan tata ruang, hubungan pusat-daerah, aparatur sipil negara, perbatasan, desa, dan pertahanan keamanan berkepentingan mendapatkan informasi yang komprehensif dari berbagai sumber, khususnya pada kesempatan kali ini dari aspek perencanaan, desain, dan tata ruang pemindahan Ibu Kota Negara.

“Tak bisa dipungkiri, rencana pemindahan Ibu Kota Negara mengundang perdebatan. Perdebatan itu menunjukkan bahwa Ibu Kota Negara bukan sekedar Pusat Pemerintahan Negara semata, tetapi juga menyangkut sejarah, tata kelola pemerintahan, pelayanan, keamanan, anggaran, dan kelembagaan. Komite I DPD RI berusaha mengelaborasi semua persoalan ini sebagai bahan masukan dalam RUU IKN nanti berjalan dengan baik dan diterima oleh semua pihak serta berkeadilan bagi daerah,” pungkas Teras Narang.

Sedangkan Bernardus Djonoputro memaparkan tantangan dalam merencanakan IKN adalah bagaimana mengoptimalkan pengembangan wilayah terpadu. “Perlu penataan kota yang matang, paling standar pembangunan infrastruktur minimal, karena kita akan mendesain IKN pasti berkaitan dengan isu lingkungan, perubahan iklim, penggunaan energi, investasi, transportasi, masalah hunian, air bersih menjadi tema saat ini. Bahkan perlu dipikirkan dalam 20-30 tahun ke depan sustainable development goal-nya sebuah kota,” ujarnya.

Anggota DPD RI asal usa Tenggara Barat (NTB) Achmad Sukisman, menyoroti besarnya biaya yang harus dipersiapkan oleh pemerintah dalam memindahkan IKN sebesar Rp466 triliun dan pemerintah hanya menyiapkan 20 persen dari APBN saat ini.

“Butuh biaya sangat besar untuk membangun Kalimantan Timur, bahan baku saja perlu didatangkan dari tempat lain. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah mungkin empat tahun ini dapat dikebut? Jangan sampai pemerintahan yang baru nanti akan terbebani dalam melanjutkan program IKN baru tersebut,” tegas Sukisman.

Di acara yang sama, Senator Indonesia asal Provinsi Papua Barat Filep Wamafma mengingatkan dampak pembangunan IKN nanti jangan sampai menggerus dan menghilangkan budaya dan keberadaan masyarakat lokal. “Saya harap jangan sampai seperti Jakarta kehilangan suku aslinya yang terpinggirkan. Saya minta nanti negara harus menjamin hak-hak masyarakat adat dan meningkatkan efek ekonomi juga kepada mereka,” kata Filep.