Kepri Rawan Penyelundupan, Bea Cukai Diminta Koordinasi dengan Bakamla

Batam – Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan sebagai pelaksana fungsi penerimaan negara, Bea Cukai juga bertugas memastikan berjalan-lancarnya ekspor dan impor dan melindungi industri dalam negeri dari praktik penyelundupan.

Terlebih di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang memliki pelabuhan ilegal (pelabuhan tikus) yang jumlahnya mencapai 53 pelabuhan, dengan jumlah penindakan di tahun 2018 mencapai 580 kasus.

“Ini sebetulnya rawan terhadap potensi penyelundupan, bagaimana bea cukai dengan peralatan yang dimilikinya bisa mengidentifikasi berbagai penyelundupan itu. Diantaranya yang menarik adalah penyelundupan barang, hingga penyelundupan narkoba, yang setiap hari ditemukan. Bagaimana mereka bisa berkoordinasi dengan aparat terkait seperti Bakamla, untuk bisa mencegah hal ini,” kata Andreas, usai mengikuti pertemuan Tim Kunspek Komisi XI DPR dengan Kanwil Bea Cukai Wilayah Kepri, di Kota Batam, Kamis (20/2/2020).

Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan ini juga mengungkap perluasan obyek kena cukai, yang selama ini masih didominasi dengan penerimaan dari cukai etanol dan cukai tembakau. Meski perluasan cukai, seperti cukai plastik dan minuman dengan pemanis masih dalam proses pembahasan untuk masuk RAPBN 2021, namun pembahasannya masih terus berlangsung antara Komisi XI DPR RI dengan Kementerian Keuangan.

“Perluasan itu masih dalam tahap persetujuan penambahan barang kena cukainya, tapi kemudian masuk penerimaan negara itu nanti baru akan dimasukkan dalam pembahasan RAPBN 2021. Perluasan objek cukai ini (plastik dan minuman berpemanis) menjadi salah satu potensi penerimaan negara, tapi bukan hanya segi penerimaan negara, tetapi juga konsumsinya yang dikendalikan dapat mengurangi dampak lingkungan,” katanya.

Andreas menilai, keberadaan Omnibus Law Perpajakan, atau Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, mampu mengakomodir aturan tentang cukai tetapi jua menyangkut wajib pajak, badan PPH, PPH pajak penghasilan bagi WNI yang bekerja di luar negeri, juga WNA yang bekerja di Indonesia. Pembahasan ini masih terus dilakukan Komisi XI DPR RI, sebagaimana telah menjadi 1 dari 50 Daftar Prolegnas Prioritas 2020.

“Salah satu yang menyangkut bea cukai itu nanti disebutkan di sana bahwa penambahan barang kena cukai itu baru dilakukan melalui peraturan pemerintah, yang sesuai dengan undang-undang bea cukai harus melalui persetujuan DPR, tentu kita akan bahas bersama apa untung ruginya dalam perspektif peningkatan investasi. Kalau bisa dilakukan cengan cepat kenapa tidak, yang penting kita lakukan dengan bekerja secara tepat, dengan penuh kehati-hatian karena ini menyangkut kebijakan publik,” pungkas Andreas.