Fahri Hamzah: Pak Jokowi Santun, Aparatnya Kelihatan Ganas

Jakarta, liputan.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan kemesraan yang ditunjukan Presiden Joko Widodo bersama Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang diinisiasi atlet Pencak Silat Hanifan Yudani Kusumah, dalam pertandingan Asian Games 2018 merupakan momen damai.

“Langkah pesilat Hanifan yang memeluk Jokowi dan Prabowo itu sebagai momen yang damai,” kata Fahri saat dihubungi wartawan, Kamis (30/8/2018).

Bahkan, lanjut Fahri, momen yang begitu mesra tersebut membuat banyak masyarakat tepukau, seolah-olah kedamaian dan persahabatan itu sesuatu yang mahal. Namun, ia mengingatkan agar tidak terjebak seolah-olah tidak boleh nampak berbeda pendapat oleh pemerintah, tapi harus terus memeluk.

“Itulah sebabnya, kita perlu mendudukannya dalam sesuatu pengertian. Sebab kalau tidak, kita bisa terjebak seolah-olah kita tidak boleh nampak berbeda pendapat oleh pemerintah. Dan, seolah-olah harus terus memeluk pemerintah, dan baru disebut baik. Seolah-olah kita tidak boleh menyampaikan sesuatu yang berbeda dengan pemerintah, baru kemudian disebut cinta damai,” katanya.

Padahal, menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, kritik dalam demokrasi kepada pemeritah khususnya, karena dialah yang menjalankan amanah rakyat yang begitu besar, justru itu esensinya. Sebab, oposisi dalam negara berdemokrasi adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh kita lupakan.

“Indonesia ini justru menderita begitu panjang dan lama karena hilangnya tradisi kritik. Di zaman kolonial tidak ada kritik, akibatnya kita dijajah dalam tempo yang lama sampai kemudian kita lakukan perjuangan bersenjata. Kenapa bersenjata, karena Belanda tidak mau berdialog,” tuturnya.

Lanjut Fahri, dialog dan kritik dalam tradisi demokrasi adalah sesuatu kewajiban dan suatu keniscayaan. Karena dalam demokrasi itu bisa saling menasihati, dan saling mengkritik.

“Tapi entah apa yang terjadi di pemerintahan, sehingga pak Jokowi itu kelihatan begitu santun, namun aparatnya begitu kelihatan ganas melakukan persekusi terhadap orang yang sekedar memperjuangkan tulisan #2019GantiPresiden,” ujarnya.

Oleh karena itu, tegas Fahri, kesadaran untuk menerima perbedaan justru adalah kekayaan Indonesia. Dan, kalau mengambil momen yang terakhir (fenomena pencak silat) itu, sangat dahsyat sekali karena justru pencak silat itu menjadi digdaya dan memberikan pestasi yang begitu besar bagi bangsa Indonesia.

“Ketika dia (pencak silat) berada di tangan oposisi, di tangan Prabowo yang kita tahu dia orang yang justru tidak sependapat dengan pemerintah, malah menjadi olahraga penyumbang medali emas terbanyak,” katanya.

Prabowo, sebut Fahri adalah figur inti dari oposisi ini, dan orang yang tidak mau masuk ke dalam pemerintahan. Tapi justru dengan posisi oposisi itulah, Prabowo menunjukan ingin membuat lebih baik.

“Artinya apa, oposisi itu adalah pupuk bagi kesehatan, pertumbuhan dan kemajuan kita. Jadi, oposisi adalah warning kepada pemerintah agar mereka melakukan yang positif secara terus menerus. Sebab, jika pemerintah melakukan kesalahan sedikit saja, akan dikejar. Jangankan salah, benar pun pemerintah akan dikritik,” pungkas Fahri.

Seperti diketahui, momen itu berawal ketika Hanifan yang baru saja dikalungi medali emas naik ke tribun VIP tempat Jokowi dan Prabowo duduk menonton pertandingan, di Padepokan Pencak Silat, TMII, Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Hanifan lantas mencium tangan Jokowi dan Prabowo, setelah itu merangkul kedua tokoh hingga berpelukan erat.

Momen tersebut bukan hanya disaksikan Wapres Jusuf Kalla, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Menteri PMK Puan Maharani, dan sejumlah elite partai PDIP dan Gerindra yang hadir di sana, tetapi juga disaksikan seluruh rakyat Indonesia.

Komentar