Negeri Yaputih Digugat Terkait Tanah Erfpacht

Malteng, Liputan.co.id-Masyarakat dan Pemerintah Negeri Yaputih digugat Max Nal dan Hans Tehuayo ke Pengadilan Negeri Masohi.

Gugatan itu terkait bekas tanah Erfpacht hak guna usaha dengan Sertifikat HGU No 10 atas nama makariki dan Sertifikat HGU no 12 atas nama mantula yang berada dalam tanah adat hak ulayat Negeri Yaputih, Kecamatan Tehoru kabupaten Maluku Tengah.

Max Nal dan Hans Tehuayo mengklaim lahan dengan luas 3000 hektare yang berada di ulayat adat Negeri Yaputih itu sebagai lahan pribadi mereka.

Hal itu karena Max Nal dan Hans Tehuayo merupakan keturunan dari Jhon Podolski warga keturunan Jerman. Semenjak Indonesia masih dijajah Belanda. Informasinya, Jhon Podolski pernah membeli tanah bekas lahan pertanian yang ada di daerah hutan adat Yaputih.

Tanah yang diklaim itu menurut informasi, merupakan bekas tanah lahan pertanian Erfpacht yang pernah dikelola salah satu perusahaan milik pemerintah Hindia Belanda yakni Perusahaan Enfick Kulture Maskapai Pulau Tujuh.

Setelah perusahaan tersebut tidak lagi beroperasi, Jhon Podolski menulis wasiat agar tanah Erfpacht yang berada di ulayat hutan adat Yaputih itu diwariskan kepada keturunannya.

Karena tanah tersebut tanah Erfpacht, artinya tanah yang diatur dengan ketentuan Barat dalam Buku II KUH Perdata, namun setelah berlakunnya Undang-undang Pokok Pokok Agraria (UU PPA) Nomor 5 Tahun 1960 maka, pengaturan mengenai Hak atas Tanah barat atau tanah-tanah di indonesia yang pernah dikuasai asing sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

"tanah milik asing itu sesuai dengan UU PPA No 5 tahun 1960 dikembalikan kepada Negara. Dan sesuai kepres No 32 tahun 1979 mengatakan pemerintah beri kelonggaran bagi asing yang mengelola tanah Erfpacht untuk mendaftarkan sebagai HGU dari tahun 1960 sampai dengan tahun 1980 dan itu sudah berakhir sehingga tanah Erfpacht itu dinyatakan sebagai tanah terlantar," jelas sekretaris Tim Penanganan Tanah Hak Ulayat Yaputih, Mas'ud Walalayo kepada Liputan.co.id di Masohi, Malteng, Kamis, 18 Oktober 2018.

Karena tanah Erfpacht sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar maka, kata Walalayo, dimasa Usman Hatuina sebagai Kepala Pemerintah Negeri Yaputih, pernah mengirim surat kepada Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah saat itu masih Daerah Tingkat II Maluku Tengah (Dati II Malteng) agar tanah Erfpacht yang berada di ulayat adat Negeri Yaputih, agar dikelola langsung oleh pemerintah dan warga setempat.

"Dan pada tahun 1996 Pemerintah Dati II Malteng saat itu telah keluarkan izin pemanfaatan bekas tanah Erfpacht untuk dimanfaatkan masyarakat setempat dan untuk pembangunan Negeri Yaputih," jelasnya.

Tidak hanya itu pada tahun 1996 pemerintah Wolu pernah gugat Negeri Yaputih terkait tanah Erfpacht itu, namun gugatan itu tidak berlanjut sampai ke pengadilan karena pemerintah Wolu akui tanah itu jadi hak milik Negeri Yaputih dalam perundingan adat disaksikan beberapa Negeri adat.

Di waktu yang sama Masalah tanah tersebut pernah dibawa ke DPRD Dati II Malteng, namun keputusan politik DPRD dalam paripurna waktu itu menyatakan, tanah Erfpacht yang berada di ulayat Yaputih adalah hal milik Negeri Yaputih. "Ada juga keputusan politik DPRD Dati II pada saat itu mengakui tanah itu milik kami Negeri Yaputih," ungkap Walayo.

Mas'ud juga pertanyakan klaim telah terjadi jual beli tanah kala itu, bahwa tanah Erfpacht itu dibeli Jhon Podolski dari masyarakat Woluw. Padahal Negeri Woluw secara geografik, batas wilayah dengan negeri Yaputih sangat jauh bahkan batas ulayat Negeri Yaputih lewati beberapa Negeri baru dapat Negeri Woluw.

"Dia (Jhon Podolski) klaim bahwa tanah Erfpacht yang berada dalam ulayat Yaputih, ia beli dari masyarakat Woluw, itu tidak masuk akal. Karena batas Negeri kita tidak dengan Negeri Woluw," tandasnya.

Kalaim luas lahan bekas tanah Erfpacht seluas 3000 hektare menurut Walalayo itu tidak benar. "Yang anehnya lagi penggugat klaim luas lahan Erfpacht sebesar 3000 hektare itu tidak benar," tukasnya.

Walalayo mengatakan Sebelumnya pada tahun 2017, Max Nal dan Hans Tehuayo mensomasi pihak Pemerintah dan Warga Yaputih ke Polres Maluku Tengah. Namun karena persoalan tanah merupakan kasus perdata maka kasus tersebut mandek.

Dan baru pada tahun ini, Max Nal dan Hans Tehuayo menggugat Pemerintah Negeri dan masyarakat Yaputih di Pengadilan Negeri Masohi.

"Tadi sidang perdana dengan agenda mediasi dan belum ada kesepakatan. Dan kami siap hadapi pihak penggugat di Pengadilan sampai masalah ini tuntas. Karena Tanah itu hak ulayat kami, maka kami yakin akan menang dipengadilan," yakin Walalayo.

Kesempantan tersebut Walalayo berharap adanya dukungan dari Pemda Malteng dan DPRD serta dukungan pemerhati, LSM dan OKP membantu Negeri Yaputih dari gugatan Max Nal dan Hans Tehuayo yang merupakan turunan Bangsa Jerman.

"Kami harap ada dukungan dari pihak-pihak terkait agar kami terus menghadapi masalah ini sampai tuntas," harapnya.

Komentar