Organisasi Kepemudaan Ingin Pergantian Kepemimpinan di Jateng

KILASJATENG.COM, SEMARANG – Pemuda Jawa Tengah harus mendapat tempat dan diberdayakan dalam pembangunan. Hal tersebut sebagai salah satu meningkatkan daya saing Pemuda Jawa Tengah di kancah nasional.

Hal itu disampaikan Ketua GP Ansor Jawa Tengah Sholahudin dalam diskusi Reboan di Markas Perjuangan Merah Putih, Jalan Pamularsih 95, Rabu (7/2). Menurutnya, tidak ada jalan lain untuk mendorong kemajuan di Jawa Tengah kecuali dengan memberdayaan dan pemberian ruang pada pemuda.

“Jawa Tengah harus belajar dari Jakarta dan Bandung. Perkembangan kelas menengah di dua daerah itu saat ini dikuasai generasi milinial,” katanya.

Dalam percaturan politik, lanjut dia, keberadaan pemuda memang menarik sekaligus tidak menarik. Penting, namun di sisi lain tidak penting.

“Jika jadi caleg, saya lebih memilih mendekati ibu-ibu muslimat daripada mahasiswa. Tapi saya tidak bisa meninggalkan mahasiswa atau pemuda begitu saja,” kata dia.

Dia melanjutkan, saat  ini perubahan revolusioner terjadi karena teknologi. Pakar revolusi sampai pun Marx, kalah dengan pergerakan ini.

“Nah, siapa pemegang kendali dalam ranah teknologi? Pemuda, generasi milenial,” tambahnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pemuda Muhammadiyah Zaenudin. Menurutnya, untuk memperoleh tempat yang layak dan bisa diberdayakan, pemuda harus membangun kompetensinya sekaligus mampu menyesuaikan diri.

“Jangan seperti dinosaurus, memiliki kemampuan dan kekuatan yang luar biasa. Namun hanya dikenang, karena tidak bisa beradaptasi dengan iklim dan lingkungan. Maka kita harus menyesuaikan diri,” ujarnya.

Jawa tengah, kata dia, saat ini menjadi barometer pergerakan nasional dalam hal apapun, dari kepemudaan sampai pemerintahannya. Namun, konektivitas organisasi kepemudaan di Jawa Tengah tidak pernah diperhatikan pemerintahan saat ini.

“Kalau ingin pemuda Jawa Tengah mengejar ketertinggalan ini, solusinya harus ganti pemimpin, ganti seng anyar,” katanya.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap pemuda juga diungkapkan pegiat Santren Delik Semarang, Abdul Walid. Dia pernah menjabat ketua UMKM Jawa Tengah.

“Orang Jawa Barat, Jawa Timur, ketika keluar bangga menyebut daerahnya. Orang Jawa Tengah bawa nama Jawa Tengah, percaya diri atau tidak? sangat sedikit. Kejadian itu nyata, bahkan banyak orang Jawa Tengah yang lari ke Yogyakarta,” ungkapnya. (Bra/Art)

 

Komentar