Peringati Hari Toleransi, DPD RI dan Kemkominfo Gelar Ketoprak

Yogyakarta, liputan.co.id – Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bekerjasama dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menggelar pentas ketoprak untuk memperingati Hari Toleransi se dunia.

Acara dengan tema “Memperkokoh Persatuan Dengan Toleransi Dalam kebhinekaan”, digelar di Sendangagung Minggir, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (17/11/20180).

Hari Toleransi se dunia menurut Hemas, dicetuskan pertama kali pada hari ulang tahun ke-50 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 16 November 1995, ketika itu negara-negara anggota UNESCO mengadopsi Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi, antara lain menegaskan bahwa toleransi merupakan cara untuk menghindari ketidakpedulian.

“Acara ini digelar dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus ketidakadilan, kekerasan, diskriminasi, dan marginalisasi di banyak negara. Padahal, keragaman agama, bahasa, budaya, dan etnis dunia kita bukanlah dalih untuk konflik, tapi sebagai pelengkap yang memperkaya kita semua,” kata Hemas.

Dijelaskannya, deklarasi dibuat sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap beragam budaya di dunia, ekspresi dan cara warga bangsa-bangsa menjadi manusia serta bentuk pengakuan hak asasi manusia universal dan kebebasan fundamental orang lain. “Dengan adanya keberagaman manusia, toleransi bisa menjamin kelangsungan hidup komunitas di setiap wilayah dunia,” ujar Hemas.

Pentas seni tradisi ketoprak imbuhnya, selain sarana hiburan bagi masyarakat juga metode untuk mengedukasi masyarakat mengenai arti penting menjaga persatuan dengan mengedepankan sikap toleransi dengan sesama umat manusia. “Terlebih bangsa Indonesia terdiri dari beragam aneka suku, etnis, budaya dan adat istiadat. Melalui pentas diharapkan kesadaran publik untuk terus menjaga sikap hormat menghormati dalam perbedaan,” pungkas Hemas.

Di acara yang sama, Menkominfo Rudiantara menjelaskan, Kemkominfo sebagai instrumen negara dalam bidang komunikasi publik mengemban tanggungjawab penting turut mengupayakan pembangunan budaya toleransi di Indonesia.

“Komunikasi sosial antar-masyarakat perlu terus dibangun secara sehat. Di sisi lain, realitas di media sosial, semua predikat keluhuran dan keadiluhungan budaya dan adab bangsa selama ini seakan lenyap tak berbekas. Bahasa kasar, aura kemarahan dan caci maki setiap hari berhamburan di lini masa dan tembok-tembok media sosial,” ungkap Rudiantara.

Menurutnya di era digital, tugas merawat komunikasi sosial jauh lebih berat karena saat ini masyarakat jauh lebih aktif di media sosial. Mengutip data We Are Social 2018, pengguna aktif media sosial di Indonesia jumlahnya mencapai 137 juta orang, dan pengguna internet sekitar 140 juta orang. Data ini ujar dia, menempatkan Indonesia urutan ke empat tertinggi di dunia yang menggunakan media sosial maupun internet.

“Permasalahannya, tingkat literasi masyarakat Indonesia kurang baik namun di media sosial mereka cenderung menjadi ‘nyinyir’ dalam arti mudah mengumbar ekspresi negatif dan menjurus ke hate speech (ujaran kebencian) bahkan permisif dalam penyebaran hoax. Ini menjadi tantangan yang harus disikapi secara serius oleh semua pihak,” kata Rudiantara.

Komentar