Terbiasa Hadapi Perbedaan, Alumni HMI Diminta Tak Tercerai Berai  

Jakarta, liputan.co.id – Senior Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ferry Mursidan Baldan mengingatkan agar alumni HMI tidak terikut arus kampanye hitam (black campaign) dalam menghadapi pergelaran Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019.

Secara struktural menurut Ferry, HMI sudah mengajarkan pada kadernya arti sebuah perbedaan melalui adanya struktur Komisariat sampai Pengurus Besar, atmosfir Konpetcab dengan Pengelompokkan keanggotaan berdasarkan Program Studi atau atmosfir Kongres dengan pengelompokkan anggota berdasarkan Cabang, yang terus terasah dalam sebuah Kolaborasi Pengurus Cabang, Badko dan PB HMI.

“Jangan gara-gara lima menit memberikan suara di TPS kita tercerai berai. Bukankah Alumni HMI adalah sosok yang terbiasa dan memilki kesadaran tinggi akan sebuah perbedaan? Silaturahmi tidak boleh terganggu oleh sebuah perhelatan Politik,” kata Fery, saat memberi tausiyah pada Silaturahmi dan Halal bihalal Alumni HMI, di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (22/7/2018).

Ferry menambahkan, dalam melakukan peran dan kiprah pada kontestasi figur seperti Pilkada dan Pilpres, harus ditumbuhkan kesadaran untuk hadirnya moralitas politik dalam melakukan pilihan bagi dirinya dan etika dalam memandang pilihan orang lain khususnya sesama Alumni.

Menurutnya, moralitas politik dalam melakukan pilihan adalah nilai dan basis argumen dalam melakukan pilihan sebagai bagian dari mission HMI. Sedangkan etika politik dalam melihat pilihan alumni lain yang berbeda adalah dengan menghormati pilihan yang berbeda tersebut.

“Kita Harus bisa menerima tanpa memberi penilaian terhadap pilihan yang berbeda dan kita juga tidak menjelekkan (black campaign) terhadap figur yang tidak menjadi pilihan kita,” kata Ketua Umum PB HMI 1990–1992 itu.

Mantan Ketua Komisi II DPR itu mengatakan tantangan dan ‘godaan’ pada tahun politik, khususnya dalam Pilpres terhadap Silaturahmi Alumni HMI harus dimaknai sebagai ujian terhadap kadar relasi Alumni.

“Cukupkah alasan perbedaan pilihan sampai mencederai silaturahmi? Apalagi sampai merusak bahkan menghancurkan ‘bangunan’ yang telah berdiri puluhan tahun? Bukankah urusan Pemilu hanya ber langsung 2-3 menit saja di TPS,” imbuhnya.

Komentar