Walikota Hendi: Peningkatan Ekonomi Butuh Kondusifitas

KILASJATENG.COM, SEMARANG – Walikota Semarang Hendrar Prihadi menyebutkan bahwa Kota Semarang mempunyai sejarah panjang terkait keberagaman masyarakat. Untuk itu, dirinya meminta agar perbedaan yang ada dalam masyarakat tidak dijadikan persoalan hari ini.

Apalagi menurut Walikota Semarang yang akrab disapa Hendi tersebut, kemajuan ekonomi Kota Semarang pada saat ini sangat dipengaruhi oleh kondusifitas wilayah yang terjaga. Salah satu indikator perkembangan ekonomi Kota Semarang itu, dapat terlihat dari turunnya angka kemiskinan karena ekonomi membaik.

“Menurut data BPS, angka kemiskisnan Kota Semarang tahun 2012 masih di atas 5 persen yaitu 5,13 persen. Namun, hari ini sudah mampu ditekan menjadi di bawah 5 persen, tepatnya 4,62 persen,” papar Walikota Hendi.

Untuk itu, dalam rangka menjaga tren positif ekonomi di Kota Semarang, Walikota Hendi sebagai Walikota Semarang meminta semua unsur masyarakat mengedepankan sikap toleransi dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng yang rentan terhadap konflik sosial.

Demikian hal tersebut disampaikannya dalam rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Semarang bersama stakeholder untuk memelihara Damai Pilgub 2018 dan Pemilu 2019 di Kota Semarang, Kamis (5/4).

“Persoalan kondusifitas diperlukan dalam percepatan pembangunan, sehingga jelang pemilihan gubernur Jateng ini masyarakat dipersilahkan untuk mendukung figur pasangan calon gubernur. Hanya saja, apapun hasilnya nanti semua mesti mendukung dan tidak saling bermusuhan, terlebih saat ini kota Semarang memiliki stastistik pertumbuhan ekonomi yang baik,” tegasnya.

Walikota Hendi menganggap himbauan tersebut perlu disampaikannya mengingat jumlah konflik sosial di Jateng cukup relatif tinggi. Dalam catatannya, disebutkan bahwa sepanjang tahun 2017 ada 14 kasus konflik sosial yang terjadi di Jateng.

Jumlah itu walaupun lebih rendah dibanding Jawa Barat dengan 29 kasus, dan Jakarta dengan 26 kasus, namun disebutnya harus menjadi perhatian serius karena lebih tinggi dari Jawa Timur dengan 12 kasus di tahun 2017, serta Banten dengan 10 kasus.

“Pertempuran dalam pemenangan pasangan calon gubernur hanya terjadi dalam pemilu saja, setelah itu semuanya mesti bersama membangun Kota Semarang. Salah satu contoh, seperti saat ini antara Eksekutif dan Legistalif saling bahu membahu melaksanakan percepatan dan perkembangan wilayah meski berbeda-beda partai,” jelasnya. (Art)

Komentar